Selasa, 9 Oktober 2012. Malala Yousafzai, 14 tahun, sedang dalam perjalanan pulang sekolah bersama teman-temannya di distrik Lembah Swat, Pakistan. Menumpang bus sekolah yang biasa ia kendarai, ia tak menyangka ancaman akan menghampiri. Ya, hari itu adalah hari naas buat Malala. Karena tiba-tiba, sejumlah pria berpenutup muka menghentikan bus, menaikinya, dan bertanya, siapa yang bernama Malala. Sejumlah temannya menunjuk ke arah Malala, tak sepenuhnya memahami apa yang akan terjadi.
Tiba-tiba tanpa ba-bi-bu, seorang dari mereka mengeluarkan senjata dan memuntahkan peluru ke arah Malala. Gadis belia itu pun tersungkur. Di leher dan kepalanya ada lobang menganga. Dua temannya, yang juga perempuan, terluka. Segera setelah sang penodong keluar bus, sopir memacu mobilnya membawa Malala ke sebuah rumahsakit di Peshawar. Namun rumahsakit Peshawar khawatir tak bisa menyelamatkan nyawa Malala. Ia pun diterbangkan ke Inggris.
Kabar New York Times
Rabu, 10 Oktober 2012.
Pagi itu, Angelina Jolie, artis yang terkenal dengan kemampuan akting dan kecantikannya, sedang menemani anak-anaknya mempersiapkan diri berangkat sekolah. Entah kenapa hari itu anak-anak Jolie mengatakan tidak ingin berangkat sekolah. Itu adalah sesuatu yang tidak biasa. Di saat berpikir kenapa anak-anaknya enggan berangkat sekolah, mata Jolie tertuju pada headline New York Times. Di halaman depan koran tersebut tertulis: Taliban Gun Down a Girl Who Spoke Up for Rights.
Jolie pun mengetahui apa yang menimpa Malala sehari sebelumnya. Ia terhenyak. Alih-alih segera memberangkatkan anak-anaknya ke sekolah, Jolie menceritakan apa yang ia baca tentang Malala ke anak-anaknya. “Mengapa orang-orang itu hendak membunuh Malala?” tanya anak-anaknya. Jolie menjawab, “Karena pendidikan.”
Tak sepenuhnya memahami, anak-anaknya berkomentar pasti orang tuanya sangat sedih. “Yes, kids, tentu orang tuanya sangat sedih,” kata Jolie. “Jika Malala punya hewan peliharaan, siapa nanti yang akan merawat dan menjaganya?,” anaknya yang berumur 6 tahun dengan polos menimpali.
Sulit bagi Jolie menjelaskan ke anak-anaknya yang masih kecil kenapa aeorang gadis belia yang berjuang untuk pendidikan harus dibunuh. Di banyak negara, hal itu sulit dimengerti. Pun bagi Jolie sendiri.
Namun hal itu bisa dimengerti oleh kepala-kepala Taliban, kelompok yang berada di balik penembakan Malala. Ehsanullah Ehsan, juru bicara Taliban lokal, menyatakan bahwa Malala memang target mereka. Malala layak dibunuh, karena dianggap mempropagandakan pandangan Barat, yaitu sekolah untuk kaum perempuan. Bagi Taliban, perempuan tidak layak mendapat pendidikan. “Ini akan jadi pelajaran buat yang lain,” kata Ehsan, tanpa sedikit pun dihinggapi rasa bersalah.
Saatnya Mengambil Tindakan
Kepada anak-anaknya, Jolie mengatakan, “Pendidikan kaum perempuan di bawah ancaman. Di Pakistan, Afghanistan, juga berbagai penjuru dunia.” “Dan saatnya kita semua mengambil tindakan,” lanjut Jolie di sebuah artikelnya di situs Daily Beast.
Bersama wartawan senior Tina Brown dari Daily Beast, Jolie pun membuat program Woman of Impact Award for Girls’ Education, sebuah program penggalangan dana yang ditujukan untuk membantu kaum perempuan di Pakistan dan Afghanistan agar mendapat pendidikan yang semestinya. Untuk mengawali, Angelina Jolie menyumbangkan US $50,000 bagi program tersebut.
Tak banyak yang tahu kehidupan pribadi Angelina Jolie. 2012 lalu, hanya Vanity Fair yang diberi kesempatan meliput Jolie di rumahnya, di saat ia menggarap film In the Land of Blood and Honey. Selebihnya, kita hanya tahu dunia luarnya, lewat jepretan paparazzi atau wawancara-wawancara di panggung selebriti.
Jolie lebih banyak diberitakan dalam kiprahnya sebagai selebriti, terlebih hubungan kontroversialnya dengan Brad Pitt. Sementara sisi sosial kehidupan Jolie tak banyak yang memberitakan. Padahal sudah sejak 2001 Jolie menjadi Goodwill Ambassador urusan pengungsi, UNHCR.
Semua berawal ketika Jolie sedang syuting Lara Croft: Tomb Raider di Kamboja tahun 2000. Saat itu, persentuhannya dengan persoalan kemanusiaan dimulai. Kamboja, negara yang pernah dilanda perang berkepanjangan, menyisakan jejak-jejak yang belum bisa dihapuskan: ladang ranjau. “Untuk pindah dari satu lokasi syuting ke lokasi yang lain bukan hal mudah. Ada banyak ranjau di sana,” kata Jolie.
Fenomena itu menyadarkan Jolie tentang beberapa hal di dunia. Bahwa ada banyak tempat di dunia ini yang berbahaya, bahwa ada kehidupan orang-orang yang selalu dipertaruhkan, bahwa ada banyak hal yang harus dipecahkan.
Bersama UNHCR
Balik ke Amerika, Jolie mempelajari hal-hal terkait perang. Hal itu membawanya pada UNHCR, badan PBB urusan pengungsi. Jolie merasa harus berbuat sesuatu, dan bergabung dengan UNHCR sepertinya akan membantu. “Aku membaca sejumlah laporan UNHCR, dan aku merasa pengungsi adalah kelompok orang-orang yang paling rentan di dunia. Aku memutuskan mendekati UNHCR karena aku percaya apa yang coba mereka lakukan,” katanya pada Jenny Lange dari Mine Action International Centre atau biasa disingkat MAIC.
Tak butuh waktu lama bagi UNHCR untuk menerima proposal dari orang berpengaruh sekaliber Jolie. Segera mereka menerima Jolie dan mengangkatnya sebagai Goodwill Ambassador di tahun 2001. “Kami sangat senang Saudari Jolie tergerak memberikan waktu dan tenaganya untuk kerja-kerja UNHCR. Keberadaan dia akan sangat membantu menyuarakan nasib para pengungsi, dimana banyak dari mereka hidup di bawah bayang-bayang tragedi yang mungkin terlupakan,” kata Ruud Lubbers, High Commissioner PBB untuk urusan pengungsi, ketika acara silaturahmi penyambutan Jolie di keluarga besar UNHCR.
Dengan bergabung dalam UNHCR, sejumlah tugas langsung menyambut Jolie. Tugas pertamanya adalah berkunjung ke Sierra Leone, salah satu negara yang porak-porang akibat perang yang tak berkesudahan. Kepada Orange County Register, Jolie menyatakan bahwa kunjungannya ke negara Afrika itulah yang menjadi momen yang mengubah hidupnya. “Itu adalah pertama kali aku berada di zona perang. Aku pergi ke kamp-kamp pengungsi dan sangat shock melihat kondisi mereka,” ujar Jolie.
“Tiba-tiba dunia berubah di kepalaku,” lanjutnya. “Pandanganku atas dunia berubah. Semua berubah. Sejak saat itu aku tak pernah lagi merusak diri, mementingkan diri atau mengasihani diri. Setelah melihat segala kesengsaraan hidup di Sierra Leone, sangat penting buatku untuk bangun pagi dengan rasa syukur atas keluarga dan kesempatan yang aku miliki.”
Jolie bertekad menjadi manusia baru sejak saat itu. Kontroversi yang sebelumnya banyak menghiasi kehidupannya pun mereda. Karena di luar shooting dan mendatangi event-event film, ia lebih banyak berkumpul dengan anak-anaknya dan melibatkan diri dalam kerja-kerja kemanusiaan berbagai lembaga. UNHCR hanya salah satunya.
Hingga saat ini, nyaris tak terhitung program kemanusiaan dimana Jolie terlibat di dalamnya. Bersama Brad Pitt, 2003 ia mendirikan Maddox Jolie-Pitt Foundation, gabungan nama dirinya, Brad Pitt dan anak angkatnya asal Kamboja, Maddox. Yayasan itu didirikan untuk tujuan: memerangi kemiskinan akut di desa-desa, melindungi sumber daya alam lokal, memberdayakan masyarakat lemah dan mendukung kerja-kerja kemanusian lembaga lainnya. Lewat Maddox Jolie-Pitt Foundation Jolie-Pitt tercatat pernah menyumbang US $1 juta ke Doctors Without Borders dan Global Action for Children.
Keterlibatan Jolie di UNHCR memang sangat jelas mengubah diri dan fokus hidup Jolie. “Satu hal setelah kunjunganku ke Sierra Leone adalah fokusku bergeser dari diri sendiri ke orang lain,” kata Jolie.
Namun bukan hanya Sierra Leone yang memantapkan dan mematangkan komitmen Jolie terhadap kerja-kerja sosial dan kemanusiaan. Sejak bergabung dengan UNHCR 2001, kurang lebih 40-an kamp pengungsi di berbagai negara sudah ia kunjungi. Satu tahun setelah proses shooting Tomb Raider, Jolie kembali ke Kamboja dalam program UNHCR, yang ia lengkapi dengan mengadopsi Maddox, anak angkat pertamanya.
Tak ubahnya para pekerja kemanusiaan lain, Jolie mengunjungi wilayah-wilayah berbahaya seperti Irak, Bosnia, Afghanistan, Kosovo, Sudan, Chad, Haiti dan Syria. Karena komitmennya yang dianggap luar biasa selama 10 tahun menjadi duta UNHCR, April 2012 lalu Jolie mendapat peran baru, yakni Utusan Khusus Komisioner Tinggi PBB urusan pengungsi, Antonio Guterres.
Kiprah Jolie yang kian intens dalam kerja-kerja kemanusiaan dikabarkan membuat Brad Pitt khawatir akan keselamatannya. Namun sepertinya tak ada kata berhenti buat Jolie. Dalam kunjungan ke kamp para pengungsi Kolumbia di Ekuador tak lama setelah penunjukannya sebagai Utusan Khusus, Jolie sekali lagi menyaksikan pemandangan yang memperkuat komitmennya: seorang relawan perempuan mengabdikan hidupnya menjadi guru di sebuah kamp terpencil di Lago Agrio, Ekuador, dan ia sangat tersentuh. “Luar biasa mengetahui ada seseorang yang bersedia menjadi guru bagi anak-anak korban kekerasan di kawasan terpencil seperti ini. Tanpanya, anak-anak tak punya pendidikan dan tak punya masa depan,” ujar Jolie.
Jolie juga pernah menyaksikan nasib yang membuatnya trenyuh jika mengingatnya. Di Burma tahun 2005, ia bertemu dengan seorang anak perempuan yang selama hidupnya tak pernah keluar dari kamp pengungsian. “Ia lahir di kamp pengungsian, tumbuh besar di kamp pengungsian, dan melahirkan anak di kamp pengungsian. Itu sungguhmengerikan,” cerita Jolie.
Pengalaman-pengalaman seperti di atas memiliki pengaruh yang mendalam dalam diri Jolie untuk terus berkiprah bersama UNHCR. 2013 ini pengabdiannya pada lembaga penanganan pengungsi itu memasuki tahun ke-12, dan tidak ada tanda ia akan berhenti. Meski demikian, kiprahnya sebagai pemain film juga tak tampak surut. Sejak 2001, saat dimana ia bergabung dengan UNHCR, tak kurang 20 film ia bintangi: Tomb Raider I dan II, Original Sins, Beyond Borders, Mr. & Mrs. Smith, Good Sheperd, The Tourist, Salt dan Kungfu Panda I dan II—sebagai pengisi suara.
Perjalanan Kemanusiaan dan Inspirasi Film
Kunjungannya ke Sarajevo dan Bosnia sebagai duta UNHCR juga telah menginspirasi Jolie untuk membuat film In the Land of Blood Honey yang ia rilis 2011 lalu. Dalam film yang mengisahkan perang saudara Serbia-Bosnia ini Jolie tidak memainkan kepiawaiannya berakting, melainkan bertindak sebagai penulis skenario dan sutradara. Film itu sekali lagi menunjukkan komitmen Jolie atas kemanusiaan, atas nasib warga korban perang.
Kepada Vanity Fair ia menyatakan tak habis pikir kenapa dunia begitu lambat bertindak atas genosida yang terjadi di Bosnia. Perang saudara Bosnia-Serbia terjadi selama tiga tahun dan ribuan orang tak berdosa menjadi korban atasnya. Pembunuhan, pemerkosaan, adalah kejahatan yang membuat Jolie marah. “Jika dunia bergerak lebih cepat, mungkin kejadiannya tak akan seburuk ini,” begitu mungkin pikir Jolie.
Sebagai sebuah film, In the Land of Blood and Honey mungkin tak sehebat film-film yang dibintangi Jolie sendiri. Secara komersial film itu tak meraih sukses. Namun keberanian Jolie mengangkat problem genosida yang seolah dilupakan dunia itu mendatangkan pujian dan apresiasi sejumlah kalangan film dunia, yang memasukkannya dalam nominasi peraih Golden Globe Award untuk kategori berbahasa asing terbaik.
Selain melahirkan film In the Land of Blood and Honey, tahun 2005 Jolie juga pernah mendokumentasikan hasil perjalanannya bersama ekonom kenamaan Jeffrey Sach ke kawasan terpencil Sauri, Kenya Barat, yang ia beri tajuk Diary of Angelina Jolie and Jeffrey Sach in Africa. Dokumenter itu ditayangkan dalam acara Think MTV, untuk mengedukasi kaum muda agar peka dengan persoalan kemiskinan dan korban perang. Kunjungan Jolie ke kamp-kamp pengungsi di berbagai negara juga melahirkan catatan yang kemudian ia terbitkan penerbit Simon & Schuster dengan judul Notes from My Travels, dimana ia mendonasikan seluruh keuntungan yang didapatkan dari penjualan buku tersebut ke UNHCR.
Tidak mudah untuk mewawancarai atau mengambil foto Angelina Jolie, kecuali dalam event-event resmi. Maka tak heran jika paparazzi selalu mencari kesempatan untuk mengambil gambarnya. Menyadari hal tersebut, Jolie membuat kesepakatan dengan People Magazine untuk mencetak foto kehamilan pertamanya. Deal. People Magazine setuju membayar US $500,000, dimana uang tersebut disumbangkan ke Yele Haiti Foundation, organisasi yang didirikan penyanyi rap Amerika keturunan Haiti, Wyclef Jean, untuk membantu korban angin puting beliung di Haiti tahun 2005. Belakangan, organisasi ini digugat oleh banyak kalangan karena penyalahgunaan keuangan.
Ada yang keliru dalam keputusan-keputusan Jolie, tapi itu tak membuat ia berhenti merogoh kocek untuk donasi. Di Amerika, pasangan Jolie-Pitt masuk dalam jajaran selebriti paling dermawan untuk urusan bantuan kemanusiaan, di samping Oprah Winfrey, Bono dan George Clooney. Hingga 2013 dua sejoli tersebut telah mengeluarkan paling tidak US $10 juta untuk berbagai program kemanusiaan. Jolie-Pitt pernah mengeluarkan US $1 juta untuk anak-anak korban perang di Irak, dimana uang tersebut bisa untuk membiayai sekolah tak kurang 8000 anak. Pertengahan 2012 lalu, Jolie juga mengunjungi kamp pengungsi Syria di Turki dan mengeluarkan US $100,000 dari kantong pribadinya.
Selain aktif sebagai duta UNHCR dan menghidupi Maddox Jolie-Pitt Foundation, Jolie juga co-kepala Education Partnership for Children of Conflict sertapendukung aktif lembaga-lembaga sosial dan kemanusiaan lain seperti ONE, Clinton Global Intiative, Doctors Without Borders, Global Action for Children dan banyak lagi yang lainnya.
Penghargaan
Atas komitmen dan keterlibatan aktifnya dalam kerja-kerja kemanusiaan tersebut, Jolie dianugerahi sejumlah penghargaan. Jolie adalah orang pertama yang dianugerahi Citizen of the World Award, sebuah penghargaan yang diberikan oleh United Nations Correspondents Association pada mereka yang dianggap punya kontribusi besar pada kerja-kerja kemanusiaan. Penghargaan ini lahir sebagi bentuk penghormataan terhadap Sergio Viera de Mello, Komisioner Tinggi PBB untuk urusan Hak Asasi Manusia berkebangsaan Brazil yang tewas dalam sebuah serangan bom di Irak tahun 2003.
Jolie tahun 2005 juga dianugerahi penghargaan Global Humanitarian Award dari The United Nations Association of the USA and the Business Council for the United Nations atas jasa-jasanya terhadap pengungsi. Karena sejak 2001, hidup Jolie boleh dikata tak pernah jauh dari pengungsi. Jolie bisa merasa betapa sulitnya menjadi pengungsi, tidak punya tempat, akses makanan, pendidikan, dan masa depan. Dalam kunjungan ke Irak September 2012 lalu, misalnya, Jolie berharap berharap komunitas internasional selalu membantu pengungsi Syria yang terpencara ke negara-negara tentang. “Sampai mereka bisa pulang ke rumahnya,” kata Jolie.
“Kaum pengungsi adalah pejuang hidup, ibu-ibu, anak-anak, orang tua, mereka adalah orang-orang luar biasa dengan kisah yang luar biasa, kisah tentang kekuatan dalam menghadapi kehilangan besar,” kata Jolie suatu kali pada Associated Press. “Mereka butuh bantuan kita lebih dari sebelum-sebelumnya".
Sumber:
http://voiceplus.co.id/contentef.php?cId=1&id=62&page=7
Sumber:
http://voiceplus.co.id/contentef.php?cId=1&id=62&page=7
No comments:
Post a Comment