Untuk mengungkap rahasia kecerdasan para ilmuwan manapun maka
pertanyaan yang penting untuk dijawab adalah: bagaimana mereka hidup, apa yang
mereka kerjakan, apa kebiasaan-kebiasaan mereka,dan bagaimana mereka memecahkan masalah.
Misalnya
ketika ada penelitian yang mengungkapkan rahasia kecerdasan otak Einstein, yang
menemukan bahwa otaknya memiliki kandungan “sel glial” yang rumit, maka yang
tak kalah penting diungkap adalah bagaimana Einstein menjalani hidupnya? Apa
yang biasa ia pikirkan dan kerjakan? Dari situ akan terjawab mengapa Einstein
memiliki otak jenius.
Masalah ini
sebagian sudah di bahas pada artikel sebelumnya. Tulisan ini secara khusus akan
mencoba mengungkapkan karakteristik para ilmuwan jenius sebagai sumber
informasi utama mengenai latar belakang rahasia kecerdasan mereka. Dalam
istilah multiple intelligences-nya disebut discovering abilitiy.
A. Faktor
Internal: Potensi yang Terus Diasah Tanpa Henti
Pada dasarnya setiap orang memiliki
potensi besar. Setiap orang cerdas. Tinggal bagaimana mereka menarik keluar
potensi tersebut, kemudian mengasahnya secara terus-menerus. Sharpen the
saw, “Asah gergaji”, dalam istilah Stephen R. Covey.
Seseorang harus belajar secara
terus-menerus sehingga ia dapat menemukan kecerdasan yang khas baginya (discovering
ability). “Belajar adalah petualangan seumur hidup, perjalanan eksplorasi
tanpa akhir untuk menciptakan pemahaman personal kita”, demikian kata Rose
& Nicholl dalam bukunya Accelerated Learning for the 21st
Century.
Berikut ini adalah sejumlah faktor internal yang menjadi latar belakang
utama kecerdasan para ilmuwan Muslim, antara lain:
1. Rasa Ingin Tahu yang Tinggi
Para
ilmuwan, berbeda dari kebanyakan orang, mengembangkan rasa ingin tahunya lebih
lanjut, baik dengan penelitian, eksperimen dan penggalian fakta-fakta yang
lebih mendalam mengenai suatu objek. Ia tidak berhenti pada pemuasan rasa ingin
tahu dengan jawaban yang sepintas memuaskan.
Mereka menggali informasi sedalam-dalamnya.
Ketika dunia
Islam bersentuhan dengan karya-karya Yunani, seperti logika, matematika dan
kedokteran, maka karya-karya itu segera diterjemahkan, dipelajari dan
dielaborasi. Para ilmuwan Muslim, baik secara individual maupun dengan dukungan
penguasa, menunjukkan minat dan keingin
tahuan yang tinggi terhadap warisan intelektual dari berbagai kebudayaan kuno
tersebut. Dengan penuh antusias mereka mempelajari ilmu-ilmu yang baru bagi
dunia Islam, semacam logika, matematika, astronomi, dan kedokteran.
Para ilmuwan
Muslim tidak hanya menunjukkan rasa ingin tahu terhadap bidang-bidang ilmu
tersebut, tetapi mencurahkan tenaga dan pikiran untuk mengkajinya secara
mendalam. Dari warisan ilmu kedokteran Yunani misalnya, Ibn Sina melakukan
penelitian sendiri yang menghasilkan karya kedokteran yang bersifat
ensiklopedik, melebihi para ahli kedokteran Yunani. Al-Khawarizmi, al-Biruni,
Jabir ibn Hayyan, dan para eksperimentalis lainnya turut menyumbangkan banyak
temuan-temuan berharga bagi perkembangan matematika dan ilmu alam.
2. Memori yang Kuat
Para saintis
seperti al-Khawarizmi, al-Kindi, al-Farabi, al-Biruni, Ibn Sina dan lainnya
yang telah disebutkan di atas pada umumnya telah meguasai dengan baik semua
cabang ilmu yang ada pada masanya. Karena itu mereka disebut juga sebagai tokoh
ensiklopedik. Ibn Sina dengan bangga pernah mengatakan bahwa ia mampu menguasai
semua ilmu-ilmu yang ada di masanya, padahal usianya baru 18 tahun. Dan
al-Quran sudah dihafal sebelumnya sejak usia 10 tahun.
Ketika mendapat
kehormatan untuk mengakses perpustakaan khalifah Nuh ibn Mashur sebagai balas
jasa terhadap Ibn Sina yang telah menyembuhkannya, Ibn Sina dengan penuh minat
mempelajari buku-buku di perpustakaan tersebut. Dengan kekuatan daya ingatnya
yang luar biasa Ibn Sina dapat mengingat
isi sebagian besar buku-buku tersebut. Kemudian ia menulis bukunya yang
pertama untuk sang Khalifah, mengenai psikologi menurut metode Aristoteles.
Buku tersebut diberi judul Hadiyyatu al-Ra’is ila al-Amir.
Begitu juga
dengan Ibn Rusyd yang sejak usia muda telah menghafal kitab al-Muwattha karya
Imam Malik ibn Anas. Ibn Rusyd juga mampu menulis hingga kira-kira sepuluh ribu
lembar kertas. Ini menunjukkan bahwa ilmu-ilmu yang dikuasainya telah dihafal
dengan baik. Ia juga mampu melakukan perbandingan pendapat antar madzhab dan
argumen-argumen mereka seperti yang ia tuangkan dengan baik dalam karyanya Bidayat
al-Mujtahid. Ini semua menunjukkan kekuatan memori Ibn Rusyd.
Kenyataannya,
menumbuhkan dan memelihara sifat tekun dan fokus bukan perkara yang mudah.
Kebanyakan orang mudah bosan dan segera meninggalkan bidang yang tengah
digelutinya, lalu beralih kebidang lainnya. Akhirnya tidak ada satu pun yang
dihasilkan karena sikap mudah bosan tersebut.
3. Tekun dan Fokus (Membaca, Menulis dan
Meneliti)
Tekun dan
fokus terhadap bidang yang digeluti maupun kerja penelitian yang tengah
dilakukan sangat menentukan keberhasilan. Dalam hal ini kecerdasan intelektual
saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan kesanggupan mental untuk terus
bertahan di depan tugas-tugasnya hingga selesai.
Apa yang
membuat para ilmuwan begitu ahli dalam bidang mereka adalah karena mereka
menekuninya selama bertahun-tahun. Ibn Sina begitu mahir dalam bidang
kedokteran dan menuliskan pengetahuannya ke dalam berjilid-jilid buku adalah
karena ia menekuni bidang ini sejak muda dan menjadikannya sebagai profesi yang
ditekuninya selama bertahun-tahun.
Ibn
Sina sangat tekun dalam membaca dan meneliti. Sering-sering ia tertidur karena
kepayahan membaca, hingga di dalam tidurnya ia menemukan pemecahan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Ibn Sina sendiri pernah mengatakan,“Aku
tenggelam dalam studi ilmu dan membaca selama satu setengah tahun. Aku tekun
studi bidang logika dan filsafat, Aku tidak tidur satu malam suntuk selama
itu.”
Ibn Sina
tidak mudah menyerah dan berhenti dari membaca manakala bahan bacaannya itu
sulit dipahami. Ia akan terus membacanya hingga berulang-ulang. Pernah dia membaca Metaphysics karya Aristoteles,
sampai kalimat demi kalimat seolah tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya
tak dikenal. Hingga suatu hari (secara
kebetulan) Ibn Sina memperoleh karya al-Farabi yang menjelaskan pemikiran
Aristoteles tersebut hingga Ibn Sina dapat memahaminya.
Setiap kali menghadapi kesulitan, Ibn Sina akan memohon kepada
Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah
dikecewakan. Kata Ibn Sina, “Setiap argumentasi kuperhatikan muqaddimah
qiyasiyah-nya setepat-tepatnya, juga kuperhatikan kemungkinan
kesimpulannya. Kupelihara syarat-syarat muqaddimahnya, sampai aku yakin
kebenaran masalah itu. Bilamana aku bingung tidak berhasil kepada kesimpulan
pada analogi itu, aku pun pergi sembahyang menghadap maha Pencipta, sampai
dibukakan-Nya kesulitan dan dimudahkan-Nya kesukaran”.
Demikian
juga al-Farabi, ia memiliki ketekunan yang luar biasa. Ia gemar sekali membaca
dan menulis. Sering terlihat pada waktu malam al-Farabi berada di bawah sinar
lampu penjaga malam untuk membaca dan mengarang.
Sementara itu filosof-saintis besar Kordoba,
Ibn Rusyd, setiap malam selalu dipenuhi dengan aktifitas belajar dan menulis,
kecuali pada malam pernikahan Ibn Rusyd dan pada malam kemangkatan ayahnya.
Ibn Rusyd juga terus mengasah kemampuannya
di bidang kedokteran maupun hukum. Pada tahun 1182 M Ibn Rusyd pernah pergi ke Maroko untuk diangkat
sebagai dokter pribadi khalifah Abu Ya’kub. Kemudian ia kembali ke Kordoba
untuk memangku jabatan sebagai hakim agung.
Ilmuwan Al-Battani (858-929 M) salah
seorang astronomer hebat telah melakukan observasi selama lebih dari 30 tahun.
Ia melakukan riset-risetnya dengan penuh ketekunan. Karena ketelitiannya
al-Battani telah berhasil melakukan penemuan penting, misalnya ia berhasil mencatat beragam diameter
matahari dan bulan, mendeduksikan untuk pertamakalinya dalam sejarah astronomi,
kemungkinan gerhana matahari.
Adapun Umar
Khayyam menghabiskan waktu selama 18 tahun untuk melakukan penelitian. Sejarah
matematika dalam peradaban Islam tak akan lengkap bila tidak menyebut Umar
Khayyam. Khayyam telah menulis Muskhalat
al-Hisab (Problems of Arithmetic),
sebuah risalah kunci mengenai persamaan kubik (Risalah), sebuah komentar panjang atas Euclid, dan banyak lagi
karya lain mengenai astronomi, musik, aritmatik, dan aljabar, selain karya
puisi dan filsafat. Setelah tahun 1070 M ia menjadi kepala tim ahli astronomi,
yang menyusun Zij Malik-Shahi (Malik-Shah Astronomical Tables) di
observatorium Isfahan, sebuah kota dimana ia menghabiskan 18 tahun hidupnya
yang tenang.
4. Berpikir Kritis dan Kreatif
Berpikir kritis sangat penting bagi perkembangan pemikiran dan wawasan
seseorang, yang pada gilirannya turut mempengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan juga.
Berpikir
kritis berarti menilai dan menimbang suatu informasi menurut cara pandang yang
berbeda sehingga nampak kelebihan dan kelemahannya (bahkan kesalahannya).
Dengan berpikir secara kritis seseorang dapat mencapai kesimpulan yang berbeda.
Karena itu tanpa berpikir kritis hanya akan terjadi pengulangan informasi tanpa
ada unsur kebaruan.
Dalam setiap
tulisannya, al-Biruni memulai dengan pandangan kritis atas teori-teori
sebelumnya dan metode matematis dalam memecahkan probem khusus dalam suatu
persoalan. Kemudian ia memilih salah satu teori atau mengajukan teori
alternatifnya sendiri. Karena itu karya-karya al-Biruni secar keseluruhan
menyajikan sebuah penilaian kritis mengenai astronomi matematis selama awal
abad ke 11 M.
Al-Biruni,
misalnya, mengkritik astronomi Aristotelian, sebagaimana dianut oleh Ibn Sina.
Diantaranya adalah mengenai gerak benda-benda langit. Menurut astronomi
Aristotelian, gerak sempurna adalah gerak melingkar dan karenanya merupakan
pola gerak benda-benda langit. Al-Biruni tidak menyetujuinya, dan mengajukan
pendapat bahwa gerak benda-benda langit adalah elips, bukan melingkar. Dan ternyata
di kemudian hari pendapat al-Biruni inilah yang benar.
Para ilmuwan
juga kreatif dalam menerapkan metode matematika dalam sejumlah disiplin ilmu
alam. Tsabit ibn Qurrah misalnya, telah membuktikan hukum-hukum umum yang dapat
diterapkan terhadap pengamatan
benda-benda langit, kemudian ia menerapkan hokum-hukum ini terhadap kasus-kasus
khusus bulan sabit. Karya Tsabit sangat signifikan karena ia mengilustrasikan kreatifitas tinggi
astronomi Arab di masa awal. Dan akar dari kreatifitas ini bersandar dalam
penerapan beragam disiplin matematika terhadap satu sama lain. Penerapan ini
segera memberi pengaruh bagi perluasan batas-batas berbagai disiplin dan
memperkenalkan konsep dan ide saintifik baru. Penggunaan sistematika matematika
telah mentransformasi metode penalaran dan membuat perkembangan kreatif
selanjtnya dalam beragam cabang sains.
5. Sabar, Tahan Menderita dan Mampu
bertahan di Masa Sulit
Perjalanan
hidup seorang penuntut ilmu tidak selalu mulus dan bertabur bunga. Para ilmuwan
kita di atas misalnya, tidak selalu berada dalam posisi yang menguntungkan.
Namun dalam menghadapi situasi yang sulit mereka tetap tabah dan tidak
meninggalkan jalan mereka sebagai penuntut ilmu.
Al-Kindi
pernah menjadi sasaran intrik dan fitnah dari mereka yang iri hati, sampai ia
dijatuhi hukuman oleh Khalifah al-Mutawakkil dan perpustakaannya yang terkenal
dengan nama al-Kindiyyah disita kemudian dijadikan miliki al-Mutawakkil.
Padahal perpustakaannya itu penuh dengan buku-buku berharga.
Ibn Sina
pernah dipenjara setelah terbakarnya perpustakaan Khalifah Nuh ibn Mashur,
dimana ia dituduh sebagai pelakunya. Menurut tuduhan itu Ibn Sina sengaja
melakukan perbuatan tersebut agar hanya dia seorang yang menguasai ilmu-ilmu
yang dia pelajari dari sumber-sumber perpustakaan yang berisi buku-buku yang
tidak mudah didapatkan.
Dokter
brilian yang pernah diangkat sebagai mentri oleh raja Syamsuddaulah ini,
(penguasa Hamazan yang sakit maag dan disembukan Ibn Sina), juga pernah
ditangkap oleh pihak militer dan
merampas harta miliknya serta merencanakan untuk membunuhnya. Namun
kemudian dilarang oleh Syamsuddaulah. Barulah setelah Ibn Sina menyembuhkan
kembali penyakit Syamsuddaulah, ia diangkat kembali menjadi menterinya.
Setelah
Syamsuddaulah meninggal, anaknya yang bernama Tajul Muluk, menggantikannya.
Mungkin karena tidak cocok, Ibn Sina mengundurkan diri dari jabatannya. Ia
ingin pergi ke Isfahan untuk bekerja pada raja ‘Alauddaulah. Lalu Ibn Sina Sina
ditangkap oleh Tajul Muluk dan dipenjara di benteng Fardajan selama 4 bulan.
Dari situ Ibn Sina lari menyamar dan pergi ke Isfahan, dimana ia disambut
dengan baik sekali. Kembali Ibn Sina disibukkan oleh urusan pemerintahan dan
menulis.
Kalau saja
Ibn Sina tidak tahan menderita dan mudah putus asa mungkin ia tidak akan dapat
melanjutkan karirnya baik sebagai pejabat maupun ilmuwan. Jika ia tidak
memiliki ketahanan mental, Ibn Sina tidak akan mampu merampungkan
karya-karyanya dalam lapangan ilmu pengetahuan yang jumlahnya lebih dari
seratus buah.
Kalau
seorang penuntut ilmu tidak tahan menderita dan tidak sabar atas ujian yang
menimpanya maka ia akan sulit untuk melangkah lebih jauh. Ia akan gagal sebelum
sampai kepada tujuan. Setiap kali menghadapi kesulitan ia mengeluh, tidak sabar
dan akhirnya menghentikan pencariannya.
Kita lihat
Ibn Rusyd mengalami nasib yang menyedihkan
di tahun-tahun terakhir kehidupannya. Pada tahun 1195 M, Ibn Rusyd
mendapat fitnah dan dibuang ke sebuah tempat bekas pemukiman Yahudi.
Buku-bukunya, terutama yang berkaitan dengan filsafat, dibakar, kecuali kedokteran,
astronomi dan matematika. Padahal sebelumnya ia adalah seorang dokter sekaligus
hakim di Kordoba. Ia juga dekat dengan penguasa dan sangat dihormati oleh
mereka. Fatwanya di bidang hukum menjadi panutan, pembahasannya di bidang
kedokteran menjadi acuan. Namun fitnah menimpanya.
Untunglah,
atas dukungan para pemuka kota Sevilla yang menghadap Khalifah untuk
membujuknya membebaskan Ibn Rusyd, akhirnya ia dilepaskan kembali dan dipanggil
untuk pergi ke Maroko, dimana ia kemudian meninggal pada tanggal 11 Desember
1198 M dalam usia 72 tahun.
No comments:
Post a Comment