Thursday, February 26, 2015

Mengungkap Rahasia Kecerdasan & Etos Belajar Para Jenius Muslim - bag.1

Untuk mengungkap rahasia kecerdasan para ilmuwan manapun maka pertanyaan yang penting untuk dijawab adalah: bagaimana mereka hidup, apa yang mereka kerjakan, apa kebiasaan-kebiasaan mereka,dan bagaimana mereka memecahkan masalah. 

Misalnya ketika ada penelitian yang mengungkapkan rahasia kecerdasan otak Einstein, yang menemukan bahwa otaknya memiliki kandungan “sel glial” yang rumit, maka yang tak kalah penting diungkap adalah bagaimana Einstein menjalani hidupnya? Apa yang biasa ia pikirkan dan kerjakan? Dari situ akan terjawab mengapa Einstein memiliki otak jenius.

Masalah ini sebagian sudah di bahas pada artikel sebelumnya. Tulisan ini secara khusus akan mencoba mengungkapkan karakteristik para ilmuwan jenius sebagai sumber informasi utama mengenai latar belakang rahasia kecerdasan mereka. Dalam istilah multiple intelligences-nya disebut discovering abilitiy.



A.        Faktor Internal: Potensi yang Terus Diasah Tanpa Henti

Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi besar. Setiap orang cerdas. Tinggal bagaimana mereka menarik keluar potensi tersebut, kemudian mengasahnya secara terus-menerus. Sharpen the saw, “Asah gergaji”, dalam istilah Stephen R. Covey. 

Seseorang harus belajar secara terus-menerus sehingga ia dapat menemukan kecerdasan yang khas baginya (discovering ability). “Belajar adalah petualangan seumur hidup, perjalanan eksplorasi tanpa akhir untuk menciptakan pemahaman personal kita”, demikian kata Rose & Nicholl dalam bukunya Accelerated Learning for the 21st Century.

Berikut ini adalah sejumlah faktor internal yang menjadi latar belakang utama kecerdasan para ilmuwan Muslim, antara lain:


1.         Rasa Ingin Tahu yang Tinggi

Para ilmuwan, berbeda dari kebanyakan orang, mengembangkan rasa ingin tahunya lebih lanjut, baik dengan penelitian, eksperimen dan penggalian fakta-fakta yang lebih mendalam mengenai suatu objek. Ia tidak berhenti pada pemuasan rasa ingin tahu dengan jawaban yang sepintas memuaskan.  Mereka menggali informasi sedalam-dalamnya.

Ketika dunia Islam bersentuhan dengan karya-karya Yunani, seperti logika, matematika dan kedokteran, maka karya-karya itu segera diterjemahkan, dipelajari dan dielaborasi. Para ilmuwan Muslim, baik secara individual maupun dengan dukungan penguasa,  menunjukkan minat dan keingin tahuan yang tinggi terhadap warisan intelektual dari berbagai kebudayaan kuno tersebut. Dengan penuh antusias mereka mempelajari ilmu-ilmu yang baru bagi dunia Islam, semacam logika, matematika, astronomi, dan kedokteran.

Para ilmuwan Muslim tidak hanya menunjukkan rasa ingin tahu terhadap bidang-bidang ilmu tersebut, tetapi mencurahkan tenaga dan pikiran untuk mengkajinya secara mendalam. Dari warisan ilmu kedokteran Yunani misalnya, Ibn Sina melakukan penelitian sendiri yang menghasilkan karya kedokteran yang bersifat ensiklopedik, melebihi para ahli kedokteran Yunani. Al-Khawarizmi, al-Biruni, Jabir ibn Hayyan, dan para eksperimentalis lainnya turut menyumbangkan banyak temuan-temuan berharga bagi perkembangan matematika dan ilmu alam.

Rasa ingin tahu merupakan dorongan yang sangat kuat untuk melakukan eksplorasi terhadap hal-hal baru. Ia dapat menjadi pemicu daya kreatif untuk mengungkapkan sesuatu yang baru, tak terduga dan terkadang belum terpahami. Dengan begitu seseorang yang mengikuti dorongan rasa ingin tahunya akan terus belajar, mencari penjelasan dan penjelajahan secara lebih mendalam. Maka dari itu siapa pun yang ingin mengembangkan kecerdasan, memupuk rasa ingin tahu adalah sebuah keniscayaan.


2.         Memori yang Kuat

Memori yang kuat yang mampu menyimpan informasi secara akurat merupakan salah satu modal utama kecerdasan. Para ilmuwan seluruhnya memiliki memori yang kuat. Para ilmuwan Muslim dikenal sebagai tokoh ensiklopedik yang menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada pada masa mereka hidup. Penguasaan semacam itu jelas sangat ditunjang oleh memori yang kuat. 
Para saintis seperti al-Khawarizmi, al-Kindi, al-Farabi, al-Biruni, Ibn Sina dan lainnya yang telah disebutkan di atas pada umumnya telah meguasai dengan baik semua cabang ilmu yang ada pada masanya. Karena itu mereka disebut juga sebagai tokoh ensiklopedik. Ibn Sina dengan bangga pernah mengatakan bahwa ia mampu menguasai semua ilmu-ilmu yang ada di masanya, padahal usianya baru 18 tahun. Dan al-Quran sudah dihafal sebelumnya sejak usia 10 tahun. 
Ketika mendapat kehormatan untuk mengakses perpustakaan khalifah Nuh ibn Mashur sebagai balas jasa terhadap Ibn Sina yang telah menyembuhkannya, Ibn Sina dengan penuh minat mempelajari buku-buku di perpustakaan tersebut. Dengan kekuatan daya ingatnya yang luar biasa Ibn Sina dapat mengingat  isi sebagian besar buku-buku tersebut. Kemudian ia menulis bukunya yang pertama untuk sang Khalifah, mengenai psikologi menurut metode Aristoteles. Buku tersebut diberi judul Hadiyyatu al-Ra’is ila al-Amir.
Begitu juga dengan Ibn Rusyd yang sejak usia muda telah menghafal kitab al-Muwattha karya Imam Malik ibn Anas. Ibn Rusyd juga mampu menulis hingga kira-kira sepuluh ribu lembar kertas. Ini menunjukkan bahwa ilmu-ilmu yang dikuasainya telah dihafal dengan baik. Ia juga mampu melakukan perbandingan pendapat antar madzhab dan argumen-argumen mereka seperti yang ia tuangkan dengan baik dalam karyanya Bidayat al-Mujtahid. Ini semua menunjukkan kekuatan memori Ibn Rusyd.


3.         Tekun dan Fokus (Membaca, Menulis dan Meneliti)

Kenyataannya, menumbuhkan dan memelihara sifat tekun dan fokus bukan perkara yang mudah. Kebanyakan orang mudah bosan dan segera meninggalkan bidang yang tengah digelutinya, lalu beralih kebidang lainnya. Akhirnya tidak ada satu pun yang dihasilkan karena sikap mudah bosan tersebut.
Tekun dan fokus terhadap bidang yang digeluti maupun kerja penelitian yang tengah dilakukan sangat menentukan keberhasilan. Dalam hal ini kecerdasan intelektual saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan kesanggupan mental untuk terus bertahan di depan tugas-tugasnya hingga selesai.

Apa yang membuat para ilmuwan begitu ahli dalam bidang mereka adalah karena mereka menekuninya selama bertahun-tahun. Ibn Sina begitu mahir dalam bidang kedokteran dan menuliskan pengetahuannya ke dalam berjilid-jilid buku adalah karena ia menekuni bidang ini sejak muda dan menjadikannya sebagai profesi yang ditekuninya selama bertahun-tahun. 

Ibn Sina sangat tekun dalam membaca dan meneliti. Sering-sering ia tertidur karena kepayahan membaca, hingga di dalam tidurnya ia menemukan pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Ibn Sina sendiri pernah mengatakan,“Aku tenggelam dalam studi ilmu dan membaca selama satu setengah tahun. Aku tekun studi bidang logika dan filsafat, Aku tidak tidur satu malam suntuk selama itu.”

Ibn Sina tidak mudah menyerah dan berhenti dari membaca manakala bahan bacaannya itu sulit dipahami. Ia akan terus membacanya hingga berulang-ulang. Pernah dia membaca Metaphysics karya Aristoteles, sampai kalimat demi kalimat seolah tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal.  Hingga suatu hari (secara kebetulan) Ibn Sina memperoleh karya al-Farabi yang menjelaskan pemikiran Aristoteles tersebut hingga Ibn Sina dapat memahaminya.

Setiap kali menghadapi kesulitan, Ibn Sina akan memohon kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Kata Ibn Sina, “Setiap argumentasi kuperhatikan muqaddimah qiyasiyah-nya setepat-tepatnya, juga kuperhatikan kemungkinan kesimpulannya. Kupelihara syarat-syarat muqaddimahnya, sampai aku yakin kebenaran masalah itu. Bilamana aku bingung tidak berhasil kepada kesimpulan pada analogi itu, aku pun pergi sembahyang menghadap maha Pencipta, sampai dibukakan-Nya kesulitan dan dimudahkan-Nya kesukaran”.

Demikian juga al-Farabi, ia memiliki ketekunan yang luar biasa. Ia gemar sekali membaca dan menulis. Sering terlihat pada waktu malam al-Farabi berada di bawah sinar lampu penjaga malam untuk membaca dan mengarang.
Sementara itu filosof-saintis besar Kordoba, Ibn Rusyd, setiap malam selalu dipenuhi dengan aktifitas belajar dan menulis, kecuali pada malam pernikahan Ibn Rusyd dan pada malam kemangkatan ayahnya.

Ibn Rusyd juga terus mengasah kemampuannya di bidang kedokteran maupun hukum. Pada tahun 1182 M Ibn  Rusyd pernah pergi ke Maroko untuk diangkat sebagai dokter pribadi khalifah Abu Ya’kub. Kemudian ia kembali ke Kordoba untuk memangku jabatan sebagai hakim agung.
Ilmuwan Al-Battani (858-929 M) salah seorang astronomer hebat telah melakukan observasi selama lebih dari 30 tahun. Ia melakukan riset-risetnya dengan penuh ketekunan. Karena ketelitiannya al-Battani telah berhasil melakukan penemuan penting, misalnya  ia berhasil mencatat beragam diameter matahari dan bulan, mendeduksikan untuk pertamakalinya dalam sejarah astronomi, kemungkinan gerhana matahari.

Adapun Umar Khayyam menghabiskan waktu selama 18 tahun untuk melakukan penelitian. Sejarah matematika dalam peradaban Islam tak akan lengkap bila tidak menyebut Umar Khayyam. Khayyam telah menulis Muskhalat al-Hisab (Problems of Arithmetic), sebuah risalah kunci mengenai persamaan kubik (Risalah), sebuah komentar panjang atas Euclid, dan banyak lagi karya lain mengenai astronomi, musik, aritmatik, dan aljabar, selain karya puisi dan filsafat. Setelah tahun 1070 M ia menjadi kepala tim ahli astronomi, yang menyusun Zij Malik-Shahi (Malik-Shah Astronomical Tables) di observatorium Isfahan, sebuah kota dimana ia menghabiskan 18 tahun hidupnya yang tenang.


4.         Berpikir Kritis dan Kreatif

Berpikir kritis sangat penting bagi perkembangan pemikiran dan wawasan seseorang, yang pada gilirannya turut mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan juga. 

Berpikir kritis berarti menilai dan menimbang suatu informasi menurut cara pandang yang berbeda sehingga nampak kelebihan dan kelemahannya (bahkan kesalahannya). Dengan berpikir secara kritis seseorang dapat mencapai kesimpulan yang berbeda. Karena itu tanpa berpikir kritis hanya akan terjadi pengulangan informasi tanpa ada unsur kebaruan.

Dalam setiap tulisannya, al-Biruni memulai dengan pandangan kritis atas teori-teori sebelumnya dan metode matematis dalam memecahkan probem khusus dalam suatu persoalan. Kemudian ia memilih salah satu teori atau mengajukan teori alternatifnya sendiri. Karena itu karya-karya al-Biruni secar keseluruhan menyajikan sebuah penilaian kritis mengenai astronomi matematis selama awal abad ke 11 M.

Al-Biruni, misalnya, mengkritik astronomi Aristotelian, sebagaimana dianut oleh Ibn Sina. Diantaranya adalah mengenai gerak benda-benda langit. Menurut astronomi Aristotelian, gerak sempurna adalah gerak melingkar dan karenanya merupakan pola gerak benda-benda langit. Al-Biruni tidak menyetujuinya, dan mengajukan pendapat bahwa gerak benda-benda langit adalah elips, bukan melingkar. Dan ternyata di kemudian hari pendapat al-Biruni inilah yang benar.

Para ilmuwan juga kreatif dalam menerapkan metode matematika dalam sejumlah disiplin ilmu alam. Tsabit ibn Qurrah misalnya, telah membuktikan hukum-hukum umum yang dapat diterapkan  terhadap pengamatan benda-benda langit, kemudian ia menerapkan hokum-hukum ini terhadap kasus-kasus khusus bulan sabit. Karya Tsabit sangat signifikan karena  ia mengilustrasikan kreatifitas tinggi astronomi Arab di masa awal. Dan akar dari kreatifitas ini bersandar dalam penerapan beragam disiplin matematika terhadap satu sama lain. Penerapan ini segera memberi pengaruh bagi perluasan batas-batas berbagai disiplin dan memperkenalkan konsep dan ide saintifik baru. Penggunaan sistematika matematika telah mentransformasi metode penalaran dan membuat perkembangan kreatif selanjtnya dalam beragam cabang sains.


5.         Sabar, Tahan Menderita dan Mampu bertahan di Masa Sulit

Perjalanan hidup seorang penuntut ilmu tidak selalu mulus dan bertabur bunga. Para ilmuwan kita di atas misalnya, tidak selalu berada dalam posisi yang menguntungkan. Namun dalam menghadapi situasi yang sulit mereka tetap tabah dan tidak meninggalkan jalan mereka sebagai penuntut ilmu.

Al-Kindi pernah menjadi sasaran intrik dan fitnah dari mereka yang iri hati, sampai ia dijatuhi hukuman oleh Khalifah al-Mutawakkil dan perpustakaannya yang terkenal dengan nama al-Kindiyyah disita kemudian dijadikan miliki al-Mutawakkil. Padahal perpustakaannya itu penuh dengan buku-buku berharga.

Ibn Sina pernah dipenjara setelah terbakarnya perpustakaan Khalifah Nuh ibn Mashur, dimana ia dituduh sebagai pelakunya. Menurut tuduhan itu Ibn Sina sengaja melakukan perbuatan tersebut agar hanya dia seorang yang menguasai ilmu-ilmu yang dia pelajari dari sumber-sumber perpustakaan yang berisi buku-buku yang tidak mudah didapatkan.

Dokter brilian yang pernah diangkat sebagai mentri oleh raja Syamsuddaulah ini, (penguasa Hamazan yang sakit maag dan disembukan Ibn Sina), juga pernah ditangkap oleh pihak militer dan  merampas harta miliknya serta merencanakan untuk membunuhnya. Namun kemudian dilarang oleh Syamsuddaulah. Barulah setelah Ibn Sina menyembuhkan kembali penyakit Syamsuddaulah, ia diangkat kembali menjadi menterinya.

Setelah Syamsuddaulah meninggal, anaknya yang bernama Tajul Muluk, menggantikannya. Mungkin karena tidak cocok, Ibn Sina mengundurkan diri dari jabatannya. Ia ingin pergi ke Isfahan untuk bekerja pada raja ‘Alauddaulah. Lalu Ibn Sina Sina ditangkap oleh Tajul Muluk dan dipenjara di benteng Fardajan selama 4 bulan. Dari situ Ibn Sina lari menyamar dan pergi ke Isfahan, dimana ia disambut dengan baik sekali. Kembali Ibn Sina disibukkan oleh urusan pemerintahan dan menulis.

Kalau saja Ibn Sina tidak tahan menderita dan mudah putus asa mungkin ia tidak akan dapat melanjutkan karirnya baik sebagai pejabat maupun ilmuwan. Jika ia tidak memiliki ketahanan mental, Ibn Sina tidak akan mampu merampungkan karya-karyanya dalam lapangan ilmu pengetahuan yang jumlahnya lebih dari seratus buah.

Kalau seorang penuntut ilmu tidak tahan menderita dan tidak sabar atas ujian yang menimpanya maka ia akan sulit untuk melangkah lebih jauh. Ia akan gagal sebelum sampai kepada tujuan. Setiap kali menghadapi kesulitan ia mengeluh, tidak sabar dan akhirnya menghentikan pencariannya.

Kita lihat Ibn Rusyd mengalami nasib yang menyedihkan  di tahun-tahun terakhir kehidupannya. Pada tahun 1195 M, Ibn Rusyd mendapat fitnah dan dibuang ke sebuah tempat bekas pemukiman Yahudi. Buku-bukunya, terutama yang berkaitan dengan filsafat, dibakar, kecuali kedokteran, astronomi dan matematika. Padahal sebelumnya ia adalah seorang dokter sekaligus hakim di Kordoba. Ia juga dekat dengan penguasa dan sangat dihormati oleh mereka. Fatwanya di bidang hukum menjadi panutan, pembahasannya di bidang kedokteran menjadi acuan. Namun fitnah menimpanya.

Untunglah, atas dukungan para pemuka kota Sevilla yang menghadap Khalifah untuk membujuknya membebaskan Ibn Rusyd, akhirnya ia dilepaskan kembali dan dipanggil untuk pergi ke Maroko, dimana ia kemudian meninggal pada tanggal 11 Desember 1198 M dalam usia 72 tahun.

No comments:

Post a Comment