Monday, February 16, 2015

Perkembangan Teori-teori Kecerdasan

Setelah Howard Gardner mengemukakan teorinya mengenai Multiple Intelligences terjadi perubahan yang signifikan terhadap definisi kecerdasan. Teori Multiple Intelligence telah mendefinsikan beberapa jenis kecerdasan manusia diantaranya: kecerdasan linguistik, logis-matematis, visual-spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, natural, spiritual dan eksistensial.

Tulisan ini akan mencoba menguraikan jenis-jenis kecerdasan tersebut (meski tidak panjang lebar karena sudah banyak dijelaskan dalam buku lain) dan cara untuk mengembangkannya. Dengan demikian tulisan ini menyajikan pengetahuan dasar mengenai multiple intelligences yang dirasa perlu untuk membantu memahami model pengembangan kecerdasan ilmuwan Muslim.



A.      Sekilas Mengenai Teori Kecerdasan
Studi mengenai kecerdasan terus berkembang semenjak Spearman (1904) mempublikasikan papernya mengenai general intelligences. Sejak itu sejumlah teori-teori kecerdasan bermunculan di abad ke 20 dan memperdebatkan tentang sifat-sifat kecerdasan, apakah ia merupakan pengaruh dari keturunan, lingkungan atau dari kedua-duanya.

Perbedaan-perbedaan ini telah melahirkan sejumlah teori mengenai kecerdasan. Bahkan pengertian mengenai kecerdasan itu sendiri didefinisikan secara berbeda-beda. Dalam The Cambridge Dictionary of Psychology, kecerdasan (intelligence) diartikan sebagai a set of abilities to adapt better to the environment through experience (seperangkat kemampuan untuk beradaptasi lebih baik terhadap lingkungan melalui pengalaman).

Menurut Jean Piaget, kecerdasan merupakan a generic term to indicate the superior forms of organization or equilibrium of cognitive structuring.

Sementara itu Howard Gardner mengartikan kecerdasan sebagai, biopsycho-logical potential to process information that can be activated in a cultural setting to solve problems or create products that are of value in a culture.

Meskipun tidak ada definisi umum mengenai kecerdasan, atribut untuk menggambarkan kecerdasan nampaknya tidak berubah. Istilah kecerdasan (intelligence) secara umum meliputi kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, kemampuan belajar, atau kemampuan berpikir abstrak.

Dengan demikian pengertian mengenai kecerdasan (intelligece) merujuk kepada suatu keragaman kemampuan mental (mental capabilities), termasuk kemampuan berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami ide-ide yang rumit, belajar dengan cepat, dan belajar dari pengalaman.

Salah satu perkembangan penting mengenai studi kecerdasan ini adalah tes terhadap kecerdasan. Tes kecerdasan diperkenalkan oleh Alfred Bineat (1857-1911) seorang psikolog Perancis. Bersama Theodore Simon ia membuat standar bagi tes kecerdasan. Penelitiannya meliputi perbedaan individual dan waktu reaksi, penggambaran auditori dan visual, dan kemampuan memori anak.  Tes Simon & Binet ini diperkenalkan ke Amerika dalam bentuk yang telah dimodifikasi pada tahun 1916 oleh psikolog Stanford, Lewis Terman, dengan konsep intelligence quotient (IQ). Namun berangkat dari sudut pandang Simon & Binet ini kecerdasan dihubungkan dengan keadaan yang bersifat tetap, bawaan dan hereditas. Karena itu kecerdasan seseorang, sebagaimana ditunjukkan oleh tes IQ, tertutup pada level tertentu karena dilihat dari basis hereditas.

Banyak sekali teori-teori kecerdasan yang bermunculan sepanjang abad ke 20. Sebagian yang dapat disebutkan di sini antara lain:

1.       Teori Psikometrik
Pendekatan psikometrik terhadap kecerdasan termasuk teori yang tertua, dan dapat dilacak ke belakang pada teori kecerdasan  psychopysical Galton (1883) dalam arti kemampuan-kemampuan psiko-fisikal (seperti kekuatan genggaman tangan atau ketajaman visual) dan kemudian pada teori kecerdasan Binet (1905) dan Simon (1916), yaitu kecerdasan sebagai judgment, yang berkaitan dengan adaptasi lingkungan, arah (tujuan) dari usaha seseorang, dan kritik diri (self-criticism).

2.      Teori Kognitif
Piaget melihat kecerdasan muncul dari skema kognitif, atau struktur yang tumbuh sebagai sebuah fungsi dari interaksi organisme dengan lingkungan. Piaget, seperti banyak teoritikus kecerdasan lainnya, mengenalkan pentingnya adaptasi bagi kecerdasan. Ia percaya bahwa adaptasi merupakan prinsip yang paling penting. Dalam adaptasi, individu belajar  dari lingkungan dan belajar berubah dalam lingkungan.  Penyesuaian ini terdiri atas dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses menyerap informasi baru dan mencocokkannya dengan struktur kognitif yang telah ada. Akomodasi melibatkan pembentukan sebuah struktur kognitif baru yang dianggap memadai untuk memahami informasi baru.

3.      Teori Biologis
Sebuah pendekatan penting atas studi mengenai kecerdasan adalah memahaminya dalam pengertian fungsi otak (secara khusus) dan system saraf (secara umum). Inilah yang di pelajari dalam teori biologis dimana kecerdasan dihubungkan dengan otak dan system saraf.

4.      Teori Sistem
Banyak dari teoritikus kecerdasan di masa kontemporer dapat dipandang sebagai teori system karena mereka lebih kompleks, daripada teori-teori pendahulunya, dan berupaya untuk menghadapi kecerdasan sebagai sebuah system yang kompleks.  
          
Diantara yang terkenal adalah teori multiple intelligences. Howard Gardner mengajukan bahwa tidak ada kecerdasan yang bersifat tunggal, bahkan terdapat seperangkat kecerdasan yang secara relatif berbeda (distinct), idependen dan majemuk. Teorinya mengenai multiple intelligences pada mulanya mengajukan 7 kecerdasan majemuk, yaitu:
  • Linguistik, seperti yang digunakan dalam membaca buku atau menulis sebuah puisi
  • Logis-matematis, sebagaimana digunakan dalam memberikan bukti logis atau memecahkan masalah yang bersifat matematis
  • Visul-Spasial, sebagaimana yang digunakan dalam mencocokkan bangun ruang dalam membuat rumah
  • Musikal, sebagaimana digunakan dalam menyanyikan lagu atau menciptakan sebuah simponi
  • Kinestetik, sebagaimana digunakan dalam tarian atau berolah raga
  • Interpersonal, sebagaimana digunakan dalam memahami dan berinteraksi dengan orang lain
  • Intrapersonal, sebagaimana digunakan dalam memahami diri sendiri
Berikutnya, Gardner menambahkan lagi (tahun 1999) kecerdasan natural seperti ditunjukkan pada orang-orang yang mampu melihat pola-pola dalam alam. Kemudian kecerdasan spiritual dan eksistensial. Kecerdasan spiritual berkaitan dengan concern atas hal-hal yang bersifat kosmis dan memahami spiritualitas sebagai sesuatu yang berharga. Kecerdasan eksistensial berkaitan dengan concern atas hal-hal yang bersifat puncak (ultimate). Selanjutnya teori Gardner mengenai multiple intelligences ini berpengaruh amat besar bagi pendidikan.
                        
B.    Jumlah Kecerdasan Sesuai dengan Potensi Manusia
Sebelumnya, beberapa ahli percaya bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang berpengaruh atas semua kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan yang bersifat kognitif. Konsekuensinya seseorang disebut “cerdas” apabila mampu melakukan dengan baik hal-hal seperti memecahkan problem matematis, logika, dan bahasa. Dari situlah ukuran kecerdasan seseorang. Bagi Howard Gardner, Psikolog Harvard dan juga Profesor pendidikan, hal demikian itu konyol. Kemudian dialah yang pertama menunjukkan bagaimana kita tidak menilai orang menurut pengertian kecerdasan yang sempit ini.

Pada dasarnya bentuk-bentuk kecerdasan manusia marupakan sebagian dari isi atau kandungan potensi manusia yang demikian luas, mulai dari aspek, fisik, psikis hingga spiritual. Betapapun revolusionernya, teori Multiple intelligence menunjukkan lingkup keterbatasan kecerdasan manusia hanya pada aspek fisik  dan psikis saja, padahal aspek lain yang bersifat ruhani juga merupakan bagian dari kecerdasan manusia. Semua aspek kecerdasan ini seharusnya mendapatkan perhatian yang seimbang sehingga dapat dicapai pengembangan kecerdasan manusia yang seutuhnya.

Dalam kajian psikologi Islam misalnya, disebutkan berbagai potensi manusia baik fisik, psikis dan spiritual. Kajian ini banyak mendasarkan pada konsep-konsep dalam al-Qur’an yang menyangkut diri manusia. Dalam hal ini Al-Qur’an memang menyinggung banyak sekali istilah-istilah mengenai manusia, mulai dari al-basyar, al-ins, al-insan, al-unas, al-nas, bani adam, nafs, al-‘aql, al-qalb, al-ruh, dan al-fitrah.. Walhasil, masih banyak jenis-jenis kecerdasan manusia yang belum dieksplorasi dan membutuhkan kajian yang lebih mendalam lagi. Kita tidak dapat membatasi jumlah kecerdasan manusia seperti yang telah didefinisikan oleh teori multiple intelligences, tetapi masih terentang luas di dalam gudang fitrahnya. Inilah tantangan bagi para ahli untuk terus mengungkapkannya sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih luas.
           

C.     Hubungan Otak Dan Kecerdasan
Berbicara tentang kecerdasan, selalu ada kaitannya dengan otak. Memang otak adalah pusat dari kecerdasan. Bahkan, otak juga adalah pengendali segala aktivitas tubuh kita. Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan otak dan kecerdasan, antara lain:

1.      Teori Dua Belahan Otak
Secara sederhana, otak dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kiri dan belahan kanan. Masing-masing memiliki fungsi dan tugas yang berbeda, namun dalam satu kesatuan yang saling melengkapi. Teori ini dikembangkan oleh Michael LeBoeuf (1990) berdasarkan hasil percobaan memisahkan kemampuan belahan otak kiri (left hemisphere) dan otak kanan (right hemisphere) oleh Dr. Roger Wolcott Sperry.

Dr. Robert Wolcott Sperry, seorang ahli neurobiologi Institut Teknologi California, yang dengan penelitiannya meraih Nobel pada tahun 1981, pada awalnya menemukan bahwa korteks kedua belahan otak itu masing-masing menjadi lokasi dari fungsi-fungsi intelektual tertentu.

Korteks bagian kanan menjadi kedudukan dominan dari fungsi intelektual yang berkaitan dengan:

  • Irama
  • Kesadaran spasial: dimensi, gambaran menyeluruh (global).
  • Imajinasi: lamunan, visualisasi
  • Warna
  •  Kreativitas

Sementara korteks bagian kiri menjadi kedudukan dominan dari fungsi intelektual yang berkaitan dengan:

  • Bahasa: kata, simbol
  • Nomor atau angka
  • Logika: urutan, daftar, analisis, waktu, asosiasi, matematika

Penelitian dari Ornstein, Zaidel & Block kemudian menguatkan penemuan di atas, namun pada kesimpulannya dikatakan, bahwa meski pun setiap belahan mungkin dominan dalam fungsi intelektual tertentu, kedua belahan tersebut pada dasarnya terampil dalam semua ranah intelektual tersebut, dan kemampuan-kemampuan mental yang telah ditemukan oleh Roger Sperry itu sebenarnya tersebar pada seluruh korteks, baik kiri maupun kanan.

Penelitian tersebut sangat berharga dalam pemahaman dan pandangan baru mengenai tingkah laku dan cara berpikir manusia. Pemahaman yang dimaksud, karakter dan kemampuan manusia dapat ditentukan oleh dominasi belahan otak yang dimilikinya.

Teori ini memberikan kabar gembira bagi semua orang. Kecerdasan tidak lagi monopoli orang yang pintar dari segi logika–matematika semata, yang merupakan fungsi dominan otak kiri. Namun kecerdasan memiliki dimensi yang amat luas. Dan semua orang berkesempatan untuk mengembangkan aneka ragam potensi kecerdasannya. 
2. Teori Model Mmpat Kuadran Otak
Berbeda dengan teori “dua belahan otak”, teori ini membagi otak menjadi empat wilayah (kuadran). Pembagian ini juga didasarkan pada fungsi dari wilayah otak tersebut.

Teori ini dikembangkan pertama kali oleh Ned Herman (1986) yang membagi otak manusia menjadi 4 kuadran berpikir, yaitu:
  • ·         Kuadran A : Belahan Otak Kiri
  • ·         Kuadran B : Sistem Limbik Kiri
  • ·         Kuadran C : Sistem Limbik Kanan
  • ·         Kuadran D : Belahan Otak Kanan

Setiap kuadran memiliki pilihan berpikir (thinking preference) yang berbeda yaitu:

Tabel Model Empat Kuadran Otak Manusia
Kuadran A (Belahan Otak Kiri)
Kuadran B (Sistem Limbik Kiri)
Kuadran C (Sistem Limbik Kanan)
Kuadran D (Belahan otak Kanan)
Logis
Konservatif
Pemikiran antar manusia
Visual
Faktual
Terstruktur
Kinestetik
Menyeluruh
Kritis
Runtut
Emosional
Intuisi
Teknis
Terorganisir
Spiritual
Inovatif
Analitis
Terperinci
Berdasarkan penginderaan
Konseptual
Kuantitatif
Terencana
Perasa
Imajinatif


3.   Teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk)
Dr. Howard Gardner mengubah perspektif mengenai kecerdasan. Dalam teori Gardner, kecerdasan bukan lagi hanya mencakup kemampuan menghitung (kecerdasan logika matematika) dan kemampuan menggunakan bahasa (kecerdasan linguistik) melainkan mencakup beberapa dimensi lain. Konsep Gardner sering menjadi acuan dan dalam selama beberapa tahun terakhir ini juga mengalami beberapa modifikasi dan penambahan.

Teori multiple intelligence Gardner ini memberikan landasan yang kuat untuk mengidentifikasi dan mengembangkan kemampuan yang luas di dalam diri setiap anak.
Menurut Gardner kecerdasan manusia mempunyai sedikitnya 9 dimensi, yaitu kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual spasial, kecerdasan logika matematika, kecerdasan linguistik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis dan kecerdasan spiritual atau eksistensialis.

Sebelum Gardner mengemukakan konsep kecerdasan majemuk ini, pemahaman atas kecerdasan manusia sangat sempit. Hanya anak atau orang yang mempunyai kemampuan matematis dan bahasa saja yang dianggap cerdas. Yang lainnya dianggap bodoh walau pun mereka mempunyai kemampuan di bidang yang lain. Kategorinya adalah cerdas (di atas rata-rata), rata-rata, bodoh. Pengkategorian ini menjadi acuan dalam kebijakan dan praktik-praktik pengajaran di banyak sekolah. 

Sekolah-sekolah formal menitik beratkan pada pelajaran-pelajaran yang mengandalkan kecerdasan matematis dan verbal saja seperti misalnya pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam (fisika, kimia, biologi) dan bahasa, sedangkan dimensi kecerdasan yang lainnya (musikal, kinestetik, intrapersonal, interpersonal, visual spatial dan naturalis) kurang mendapatkan porsi yang selayaknya dan biasanya dimasukkan dalam pelajaran yang tidak utama atau bahkan pada alokasi ekstra kurikuler.

No comments:

Post a Comment