Kehidupan dan Karya
Kordoba
dimana Ibn Rusyd menirit karirnya sebagai ilmuwan adalah kota peradaban dan
ilmu pengetahuan. Ibn Rusyd sendiri sangat bangga dengan suasana intelektual di
negerinya itu. Suatu ketika Ibn Rusyd bersama Ibn Zuhr (seorang dokter dari
Sevilla) menghadiri forum diskusi al-Manshur ibn Abd al-Hakim, khalifah dinasti
Muwahhidin. Kepada sahabatnya itu Ibn Rusyd berkata:
“Jika
seorang tokoh agama Sevilla meninggal, dan kemudian menjual bukunya, pasti
buku-buku itu dibawa ke Kordoba. Tetapi ketika seorang seniman Kordoba yang
meninggal, dan kemudian peninggalannya hendak dijual, pasti akan dibawa ke
Sevilla”.
Ibn Rusyd
adalah seorang jenius dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian
besar diberikan untuk mengabdi sebagai Qadi (hakim) dan fisikawan.
Khalifah al-Manshur, Abu Ya’kub, begitu menghormati Ibn Rusyd, dengan
penghormatan yang melampaui para pejabat pemerintah dinasti Muwahidin maupun
para ulama yang jumlahnya puluhan. Namun kelak hal ini akan menimbulkan
kecemburuan dan fitnah di kemudian hari, sehingga atas perintah khalifah yang
telah mendapat hasutan, Ibn Rusyd diasingkan ke Yasyanah, sebuah desa bekas
pemukiman Yahudi.
Karya-karya
Ibn Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan,
ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya
aslinya sudah tidak ada.
Di dunia
Barat, Ibn Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas
filsafat Aristoteles
yang memengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan.
Sejumlah
karya Ibn Rusyd yang paling terkenal antara lain:
- Bidayat al-Mujtahid (buku ilmu fiqih perbandingan madzhab)
- Kulliyat fi al-Thibb (buku kedokteran)
- Fasl al-Maqal fi ma Bain al-Hikmat wa al-Syari’at (Argumen mengenai kesesuaian antara filsafat dan syariat)
- Tahafut al-Tahafut (kiritik balik terhadap karya al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah)
- Kasyf ‘an Manahij al-Adillah (kritik terhadap argumen kalam dan tasawuf)
Beragam Kecerdasan Ibn Rusyd
Ibn Rusyd memiliki kecerdasan
linguistik yang tinggi yang terjalin kuat dengan kecerdasan logika. Hal ini
sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menerjemahkan, menjelaskan, dan
mengomentari filsafat Aristoteles.
Ibn Rusyd pernah diminta oleh
khalifah untuk melakukan proyek tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Ibn
Thufail. Menurut Ibn Thufail, khalifah merasa cemas terhadap pemikiran
Aristoteles dan ungkapan para penerjemahnya. Kalau saja isi karya Aristoteles
lebih bisa dipahami dan kemudian ada yang meresume dan menerangkan maksud dan
tujuannya dengan gamblang, maka buku Aristoteles akan lebih bisa diterima
masyarakat.
Nampaknya khalifah dan filosof Ibn
Thufail menaruh kepercayaan terhadap kemampuan Ibn Rusyd untuk mengerjakan
proyek terebut, yang kemudian disanggupi oleh sang filosof besar Kordoba itu.
Ibn Rusyd mulai bekerja melaksanakan
tugasnya. Ia menafsirkan, menyimpulkan buku-buku Aristoteles dan akhirnya
menghasilkan tiga buku al-Asghar, al-Ausath dan al-Akbar. Di
Eropa Ibn Rusyd terkenal sebagai explainer (al-Syarih), sebagai
juru tafsir filsafat Aristoteles. Dan hebatnya, ternyata Ibn Rusyd tidak
mengerti bahasa Yunani, namun ketepatan komentarnya atas filsafat Aristoteles
sungguh mengagumkan.
Ibn Rusyd juga memiliki kecerdasan
logika sebagaimana tampak dalam karyanya Bidayat al-Mujtahid dimana ia
mampu menampilkan perbandingan berbagai pendapat-pendapat dalam masalah fikih
dari sejumlah madzhab hukum Islam. Kecerdasan logikanya juga tampak dalam
karyanya Fashl al-Maqal dimana ia mampu menyajikan argumen untuk
menunjukkan kesesuaian antara gama dan filsafat.
Selain itu Ibn Rusyd juga memiliki
kecerdasan visual dan natural secara terpadu, sebagaimana tampak dalam
keunggulannya dalam bidang kedokteran. Ibn Rusyd menulis Kulliyat fi
al-Thibb, yang berupa pokok-pokok ilmu kedokteran. Sebagaimana al-Qanun Ibn
Sina, Kulliyat Ibn Rusyd juga menjadi buku pegangan dalam bidang
kedokteran di Eropa.
Ibn Rusyd juga mengembangkan
kecerdasannya dalam bidang astronomi. Ia telah menulis beberapa buku di bidang
ini. Sayang, manuskripnya dalam bahasa Arab telah hilang, namun terjemahannya
dalam bahasa Ibrani masih tersimpan hingga sekarang.
Ibn Rusyd
juga cerdas dalam menangani masalah hukum. Ia memang berprofesi sebagai hakim (qadhi).
Dalam hal ini Ibn Rusyd amat sulit menjatuhkan hukuman mati. Kalau pun hukuman
mati harus diambil, masalah tersebut ia serahkan kepada para wakilnya.
Nampaknya
Ibn Rusyd memiliki kecerdasan intrapersonal dan interpersonal. Hal ini terlihat
dari kemampuannya dalam masalah kepemimpinan. Ibn Rusyd sudah mampu memimpin
perkumpulan hakim se-Andalusia, padahal usianya saat itu baru 35 tahun.
Sementara
itu Ibn Rusyd juga memiliki sifat yang rendah hati. Ia pun pandai menahan diri
dari kesenangan-kesenangan. Tidak pernah terdengar bahwa Ibn Rusyd datang ke
tempat hiburan dan nyanyian, seperti yang dilakukan oleh Ibn Sina. Ibn al-Abbar
dalam kitab al-Takmilah melukiskan pribadi Ibn Rusyd:
Abu
al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Ahmad ibn Rusyd…tidak pernah lahir di Andalusia
seorang insan yang sebanding dengannya dalam kesempurnaan, ilmu dan keutamaan.
Walaupun disegani dan dimuliakan, ia sangat merendah diri terhadap orang lain.
Sejak kecil sampai tua, ia menaruh minat kepada ilmu, sehingga diriwayatkan
bahwa ia tidak meninggalkan bernalar dan membaca sejak mulai berakal kecuali
malam meninggal ayahnya dan malam membina keluarganya. Ia menulis, mengulas dan
meringkaskan kira-kira sepuluh ribu
lembar kertas. Ia gemar kepada ilmu-ilmu orang-orang dahulu, sehingga menjadi
pemimpin dalam ilmu pengetahuan dalam zamannya. Fatwanya dalam ilmu kedokteran
dan ilmu fikih menjadi pegangan orang, di samping pengetahuannya yang luas
dalam bahasa dan sastera Arab.
No comments:
Post a Comment