Monday, February 16, 2015

Manusia & Berkah Kecerdasannya


A.        Warisan Adam as.

Adam as. adalah manusia yang sangat cerdas. Betapa tidak, nenek moyang kita ini telah diuji langsung oleh Allah Swt. yang dengan ujian itu Adam mampu menunjukkan keunggulannya di atas para malaikat. Hal ini dapat disimak dari kisah dalam ayat berikut:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Baqarah/2: 31-34)

Ayat itu menunjukkan bahwa kecerdasan yang dimiliki Adam as. merupakan anugerah dari Allah, dan Allah sendiri pula yang mengajarkan pengetahuan kepadanya. Jelas ini merupakan sebuah kehormatan dan menunjukkan derajat kemuliaan manusia diantara makhluk-makhluk lainnya.

Pada mulanya para malaikat “mempertanyakan” kebijakan Allah dalam pengangkatan Adam as sebagai khalifah. Lalu dengan menunjukkan kemampuan intelektual dan spiritual Adam dalam menyebutkan nama-nama seluruhnya (asma’a kullaha) para malaikat pun mengakuinya dan bersujud kepadanya. Hanya iblis yang tidak bersedia menghormati Adam dan enggan mengakui keunggulannya.


Kecerdasan yang dimiliki Adam as. pada gilirannya menjadi sarana penting ketika ia menjalani kehidupan di bumi. Sebab setelah menjalani masa tenang di surga, Adam bersama istrinya harus menjalani kehidupan di bumi, sesuai dengan ketetapan Allah untuk menjadikannya sebagai khalifah di negeri yang hijau ini. Meski pun sebabnya adalah karena ketergelincirannya oleh godaan iblis untuk mendekati pohon terlarang, namun turunnya Adam ke bumi tetap merupakan bagian dari rencana Allah.

Tidak seperti di surga yang semuanya telah tersedia, di bumi Adam harus mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, dengan bekerja, mengelola alam, dan memanfaatkan berbagai kondisi lingkungan agar dapat bertahan hidup. Adam harus memahami cuaca dan perubahan iklim, membuat alat-alat dan perkakas, bercocok tanam, memelihara hewan, serta kecakapan-kecakapan lainnya. Dalam hal ini kecerdasan Adam betul-betul menunjukkan peranannya. Dan untungnya Allah pun telah menjadikan bumi sebagai lingkungan yang kondusif bagi kehidupan manusia.

Sampai Adam melahirkan keturunan, yang kelak menjadi induk bangsa-bangsa dunia, Adam telah mewariskan dua hal penting bagi kelangsungan hidup manusia, yaitu: keimanan dan kecerdasan. Keimanan dan kecerdasan, bersama-sama menjadi bagian yang sangat penting yang menentukan nasib umat manusia.


Keimanan

Adam as. adalah seorang Nabi yang menerima wahyu dari Allah dan mengajarkannya kepada keturunan-keturunannya. Ia mewariskan ajaran tauhid kepada generasi setelahnya agar mereka beriman kepada Allah dan tidak mempersekutukan Allah dengan apa pun. Warisan ini merupakan potensi yang terkandung dalam fitrah manusia—yang tersimpan dalam sistem genetika—yang membuatnya siap menerima ajaran tauhid. Meskipun dalam kenyataannya manusia tetap saja bisa kufur kepada Allah. Namun, selagi manusia masih tetap manusia, potensi Tauhid tetap berakar dalam fitrah manusia yang telah menjadi stempel suci ilahi yang telah dicapkan sejak masa primordial:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi” (Qs.al-A’raf: 172)

Watak religius manusia ini telah menjadi ciri semua kebudayaan di masa lalu. Terlepas dari bentuk-bentuk penyembahan yang bersifat politeisme, animisme dan dinamisme, namun manusia selalu membutuhkan sesembahan. Mereka selalu bergantung kepada sesuatu di luar diri mereka yang dipandang lebih tinggi. Adalah kehadiran para Nabi yang meluruskan bentuk religiusitas tersebut sehingga manusia hanya menyembah satu Tuhan Pencipta dan Pemelihara alam.

Di masa sekarang, fitrah keimanan ini sangat penting sebagai pemandu spiritual yang mengingatkan manusia dari dunia materialistis yang menyerbu relung-relung kehidupan. Fitrah keimanan menumbuhkan kerinduan mistis yang tak lekang oleh waktu dan akan menjadi cahaya dalam kegelapan dunia yang payungi oleh kabut gelap hawa nafsu.


Kecerdasan

Bakat kecerdasan Adam as diwariskan kepada keturunannya sehingga mereka dapat mempertahankan eksistensinya dan secara bertahap mampu mengembangkan taraf kehidupan yang lebih maju. Dari satu generasi ke generasi lain manusia terus meningkatkan kemajuannya melalui kecerdasannya itu. Dari penciptaan alat-alat sederhana hingga membuat sistem hukum dan perundangan-undangan Negara seperti dalam kebudayaan Mesir Kuno dengan undang-undang Hamurabbi-nya.

Kecerdasan yang diwariskan Adam memungkinkan umat manusia mengembangkan seni, ilmu dan teknologi yang puncak kecanggihannya dapat kita saksikan sekarang ini. Semua ini merupakan anugerah yang amat besar yang sepantasnya disyukuri oleh manusia, yaitu dengan menciptakan kehidupan yang baik dan  bermartabat yang dilandasi oleh semangat beribadah kepada Allah.
            


B.        Peradaban Besar Dunia: Jejak Kecerdasan Manusia

Tanda-tanda kecerdasan manusia dapat dilihat dari jejak peradaban besar dunia. Jejak ini bahkan dapat ditelusuri dari pembuatan alat-alat perkakas sederhana yang terbuat dari batu seperti tombak  dan kapak. Temuan yang lebih maju adalah penggunaan roda dan alat bajak sawah. Orang-orang Mesopotamia telah menggunakan alat-alat tersebut dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Kemudian dalam bentuknya yang lebih maju dan mengagumkan terdapat pada peradaban Mesir Kuno dalam bidang seni arsitektur seperti yang dapat disaksikan pada bangunan Piramida. Sampai sekarang para ahli belum memperoleh penjelasan yang memuaskan tentang bagaimana Piramida dibangun oleh orang-orang Mesir kuno. Hal yang sama juga dapat disaksikan pada seni arsitektur suku Maya dan Inca. Semua ini menunjukkan tingkat kecerdasan manusia yang amat mengagumkan.

Kemudian peradaban Islam tampil ke panggung sejarah dunia dengan kemajuan yang tak kalah canggihnya, baik dari karya seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan arsitektur. Kemajuan ini secara menonjol berlangsung sekitar abad ke 7 sampai ke 13 M. Pada masa ini kemajuan baca tulis benar-benar mencapai puncaknya sebagai media untuk memproduksi karya dan literatur ilmiah. Sejumlah disiplin ilmu dihasilkan di masa ini mulai dari matematika, kimia, kedokteran, astronomi, geografi dan lainnya. Para ilmuwan cerdas yang terkenal di bidang tersebut antara lain al-Khawarizmi, Jabir ibn Hayyan, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Nafis, al-Biruni, al-Fazari, Ibn Rusyd, Nashir al-Din al-Thusi, Ibn Khaldun, dan lain-lainnya.

Rantai kemajuan ini kemudian beralih ke Eropa dengan terjadinya pertukaran intelektual antara kaum Muslim dengan pelajar-pelajar Eropa. Eropa memulai masa renaisans-nya sejak abad ke 17 dan kemudian masa Aufklarung di abad ke 18. Mulailah peradaban modern lahir dengan kekuatan hebat yang ditopang oleh sains dan teknologi. Berbagai temuan-temuan terus ditemukan dengan semangat idea of progress (ide kemajuan). Ditemukannya mesin uap, kompas, mesiu, lampu listrik, alat-alat komunikasi dll telah memacu perkembangan teknologi menjadi semakin cepat. Sampai sekarang perkembangan ini terus melaju tanpa henti. Ini semua menunjukkan tingkat perkembangan kecerdasan manusia yang terus bergerak maju dan hingga saat ini belum diketahui sampai mana batasnya.


C.        Mensyukuri Anugerah Kecerdasan

Jean Piaget seorang ahli psikologi kognitif, dalam buknya Psychology of Intelligence menyatakan bahwa kecerdasan memiliki peran sentral dalam kehidupan mental dan dalam kehidupan organisme itu sendiri. Kecerdasan merupakan unsur yang paling lentur sekaligus merupakan struktur keseimbangan perilaku yang paling kuat, merupakan sebuah sistem kehidupan yang paling esensial. Kecerdasan (intelegensi) merupakan bentuk tertinggi yang berkembang dari adaptasi mental, merupakan instrumen yang sangat dibutuhkan bagi interaksi antara subjek dan dunia dimana lingkup interaksi ini melampaui kontak yang bersifat langsung dan sesaat, lalu meraih hubungan jangka panjang dan tetap.

Penjelasan di atas menunjukkan peran sentral kecerdasan dalam kehidupan manusia. Kecerdasan ini siap untuk dikembangkan dan menunggu untuk diaktifkan.  Bila tidak, maka ia akan tetap berada dalam keadaan potensial belaka. Jadi, “gunakanlah atau ia akan hilang!”.

Dalam konteks ajaran Islam, mensyukuri anugerah kecerdasan tidak lepas dari kedudukan kita sebagai khalifah di bumi. Oleh karena itu perwujudannya harus sesuai dengan fungsi kekhalifahan tersebut, yaitu beribadah kepada Allah dalam arti seluas-luasnya. Di sisi lain mensyukuri anugerah kecerdasan dapat diwujudkan dengan memaksimalkan potensi kecerdasan tersebut untuk kesejahteraan hidup manusia, dan menghindari semua bentuk kerusakan di muka bumi. Di sinilah dibutuhkan prinsip keseimbangan. Misalnya pengelolaan alam, baik tanah, hutan, gunung, laut dan lainnya harus juga memperhatikan kelestariannya jangan hanya semata-mata untuk dieksploitasi. Ketidak pedulian terhadap kelestarian alam akan berakibat pada penghancuran kehidupan manusia sendiri. Sebab merusak alam sama dengan merusak rumah sendiri. Dan sayangnya, kesadaran lingkungan di kalangan bangsa kita masih rendah.

Orang yang mensyukuri anugerah kecerdasan akan mensyukuri anugerah kehidupan. Ia akan memanfaatkannya untuk terus belajar, berlatih dan mengembangkan dirinya. Tidak ada kata akhir untuk terus belajar. Juga tidak ada kata terlambat untuk belajar. 

Dalam usia berapa pun otak manusia tetap memiliki kemampuan untuk belajar, yang membedakannya hanyalah cepat atau lambatnya saja. Manusia selalu terbuka pada perubahan. Bahkan, meskipun seseorang tidak mendapatkan pendidikan yang baik di masa kecil atau pernah mendapat pengalaman buruk (traumatik), bukan berarti tertutupnya pintu kecerdasan
 
Memang, para ahli mengemukakan bahwa usia 5 tahun pertama amat menentukan bagi perkembangan sel saraf anak sehingga masa ini menentukan perkembangan selanjutnya. Namun banyak juga orang yang nampak bodoh di usia-usia dini kemudian melejit di masa-masa tertentu hidupnya. Albert Einstein sang ilmuwan besar abad 20 adalah contohnya. 

Manusia memang seperti yang dikatakan Jean Paul Satre, seorang filosof Eksistensialisme, yaitu sebagai makhluk yang belum selesai. Artinya kemungkinan dan peluang-peluang hidupnya masih terbentang luas. Jadi, jangan pesimis dan membatasi cakrawala kita sendiri.
   
          

D.        Hidup Dengan Cerdas

Memanfaatkan kecerdasan untuk mencapai kemajuan dalam hidup adalah sangat penting bagi manusia. Dengan begitu kehidupan menjadi dinamis, berkembang dan tidak menetap secara statis. Dalam sejarah, melalui kecerdasannyalah manusia mulai meninggalkan goa-goa primitifnya dan mulai memanfaatkan lingkungan alam. Mereka terus belajar bagaimana mengolah alam dengan cara yang lebih baik dan menciptakan hunian yang nyaman bagi kelompok-kelompok mereka. Evolusi ini terus berlangsung hingga manusia mampu menciptakan pyramid, istana, benteng dan taman-taman yang mempesona.

Di masa sekarang di mana kehidupan dipenuhi dengan persaingan dan sumber daya alam semakin terbatas, kecerdasan semakin diperlukan untuk bertahan hidup. Pasar ekonomi bebas seperti tidak mengenal kompromi, industri raksasa terus menggilas, dominasi ekonomi-politik Negara-negara maju atas Negara berkembang mencengkeram seperti tangan besi. Dalam situasi semacam ini seseorang tidak cukup hanya mengandalkan otot untuk meraih kesuksesan. Ia harus menggunakan kecerdasannya.

Bagi perkembangan hidup seseorang, manfaat hidup cerdas adalah meraih kesuksesan yang lebih besar dan (relatif) sempurna, seperti:

  • Meraih makna hidup yang mendalam
  • Keterampilan memecahkan masalah
  • Memiliki sudut pandang dan cara berpikir yang kaya
  • Meraih tujuan-tujuan hidup secara lebih efektif dan efisien
  • Meraih kebahagiaan

Dari sini maka nampak jelas bahwa pengembangan kecerdasan merupakan hak bagi setiap orang, sebab ia berkaitan dengan kehidupan yang layak dan bermartabat. Dan setiap orang harus saling membantu dan mendukung setiap upaya pengembangan kecerdasan demi kehidupan bersama yang lebih baik.



E.        Religiusitas pun Membutuhkan Kecerdasan


Bukanlah suatu hal baru bila kehidupan beragama yang berlandaskan kepada keimanan sering dipertentangkan dengan rasionalitas (salah satu aspek kecerdasan manusia). Keimanan dipertentangkan dengan kecerdasan akal. Iman adalah musuh akal; jika ingin mencapai keimanan tanpa keraguan maka jangan gunakan akal dalam keimanan. Seseorang yang ingin meraih kehidupan religius yang damai dan tenang harus meninggalkan pemikiran akalnya. Kalau dia menggunakan akalnya maka ia akan mengalami keraguan, kegoncangan dan akhirnya meninggalkan keyakinannya, tidak beragama atau menjadi ateis.

Padahal dalam contoh kisah Nabi Adam di atas, yang pertama diajarkan oleh Allah terkait dengan ilmu dan pemahaman; dengan penggunaan kecerdasan akal. Ini berarti dalam unsur keimanan, kecerdasan jangan dipisahkan. Keduanya harus terjalin dengan baik sehingga menghasilkan keimanan yang cerdas, kehidupan religius yang cerdas.

Iman dan ibadah yang cerdas berarti mampu mengekspresikan penyembahan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih tinggi seperti seni, ilmu, dan spiritualitas. Ibadah tidak hanya diwujudkan ke dalam bentuk-bentuk formal semata, tetapi juga dikespresikan dalam bentuk yang lebih halus. Tanpa ekspresi-ekspresi semacam ini seseorang dapat terjebak pada penghayatan agama yang bersifat dangkal, sempit dan picik—bahkan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam agama.


Peradaban Islam begitu kaya dengan ekspresi-ekspresi tingkat tinggi dalam seni, ilmu dan spiritualitas. Dalam bidang seni (misalnya sastra-sufi), kita mengenal karya besar seperti Jami’, Farid al-Din Attar, Jalal al-Din Rumi, Mahmud Shabistari dan lainnya. Mereka mengekspresikan cinta kepada Tuhannya dalam bentuk seni sastra yang sangat tinggi.

Sementara ekspresi di bidang ilmu ditunjukkan oleh para ilmuwan jenius seperti Ibn Sina, al-Biruni, al-Khawarizmi, Ibn Sina, Ibn Nafis, Ibn Rusyd dan lainnya, dimana mereka melakukan studi atas alam tidak hanya semata-mata untuk merumuskan ilmu pengetahuan tetapi juga mengungkapkan Keagungan Tuhan.

Semua ekspresi ini (seni, ilmu dan spiritualitas) tidak terpisahkan satu sama lain. Para jenius besar Islam sendiri memang telah mengintegrasikannya kedalam pandangan dunia mereka, tauhid, sehingga menciptakan sebuah harmoni yang indah. Dengan cara itu, kehidupan religius seorang Muslim menjadi berdimensi luas dan penuh gairah. Ibadah menjadi ekpresi keindahan, keagungan, dan kelembutan, dari cakrawala yang luas dan tak mengenal batas yang akhirnya bermuara dalam Keagungan-Nya. []

No comments:

Post a Comment