Jenis-Jenis Kecerdasan
Di bawah ini disebutkan beberapa jenis kecerdasan yang secara relatif didefinsikan dalam teori multiple intelligence. Mengingat masalah ini sudah cukup banyak di kenal, maka di sini tidak akan di bahas secara terperinci, sekedar menunjukkan beberapa unsur pokoknya saja.
Uraian di
bawah ini diringkaskan dari dua buku Howard Gardner, Frames of Mind: The Theory of
Multiple Intelligences (dalam buku ini ia baru menyebut 7 kecerdasan) dan Intelligence Reframed: Multiple
Intelligences for the 21st Century (dalam buku ia menambahkan 3
kecerdasan: natural, spiritual dan eksistensial). Selain itu disini juga terdapat tambahan dari situs http://www.multipleintelligencetheory.co.uk;
dan http://www.lifecircles-inc.com/Learningtheories/Gardner.html
1. Kecerdasan Linguistik (Linguistic intelligence)
Kecerdasan
linguistik merupakan potensi untuk menggunakan bahasa, sebagaimana yang
digunakan dalam membaca, menulis, berkisah, dan berpikir dengan menggunakan
kata-kata.
Dengan
kecerdasan linguistik seseorang mampu menggunakan bahasa untuk mengekspresikan
pikirannya kepada orang lain. Orang dengan kecerdasan ini juga mampu memahami
dan merespon nada suara, tempo, meniru bahasa dan suara seperti suara burung,
belajar melalui pendengaran atas bahasa lisan, membaca, menulis dan berdiskusi;
pandai dalam berdiskusi dan menjelaskan dalam lisan maupun tulisan, mengingat
suatu percakapan atau materi kuliah, mempelajari bahasa dengan mudah
Bidang yang
cocok dengan kecerdasan ini: jurnalis, pustakawan, komentator, negosiator,
administrator, sales, konselor, pengacara, penulis, pendongeng, public speaker,
editor majalah, konsultan media, presenter TV/radio, penerjemah, guru.
2. Kecerdasan Logika-Matematika (logical-mathematical intelligence)
Kecerdasan logis-matematis, merupakan potensi
untuk memahami sebab-sebab dan efeknya; menggunakan angka, kuantitas, operasi,
sebagaimana hal ini digunakan dalam matematika, penalaran, logika, pemecahan
masalah, dan memahami suatu pola.
Seseorang
yang mengembangkan kecerdasan logis-matematis memahami prinsip-prinsip sistem
kausal (hubungan sebab-akibat), suatu cara yang dilakukan oleh para ilmuwan
atau ahli logika; ataupun menggunakan
angka, jumlah, operasi, seperti yang dilakukan oleh para matematikawan.
Individu
dengan kecerdasan ini mampu menggunakan simbol-simbol abstrak dengan mudah,
baik dalam memecahkan masalah-masalah logis, merumuskan dan menguji hipotesis;
menggunakan beragam keterampilan matematis, menikmati operasi yang rumit
seperti matematika, fisika, metode penelitian; memahami pola dan hubungan dalam
komponen-komponen yang rumit; menciptakan model, hipotesis dan teori untuk
menjelaskan fenomena.
Bidang yang
cocok untuk kecerdasan ini: akuntan, pembukuan, pengarsipan, statistic,
astronot, peneliti, programmer computer, webmaster, analis data, insinyur,
ilmuwan (ahli biologi, fisika, kimia, astronomi, geologi, botani, dll), bankir
3. Kecerdasan Visual-Spasial (Visual spatial intelligence)
Kecerdasan
visual-spasial merupakan potensi untuk merepresentasikan dunia spasial secara
internal dalam pikiran sebagaimana digunakan dalam membaca peta dan bagan,
menggambar, memecahkan puzzle, imajinasi dan visualisasi.
Individu
dengan kecerdasan visual-spasial menunjuk mampu menyajikan dunia spasial
(ruang) secara internal—suatu cara seorang pelaut atau penerbang mengarungi
dunia spasial yang luas, atau cara seorang pemain catur atau pemahat menyajikan
sebuah dunia spasial yang lebih terbatas. Kecerdasan spasial dapat dimanfaatkan dalam seni maupun sains.
Belajar
melalui penglihatan, pengamatan; mengenal bentuk dan warna dan mereproduksinya
ke dalam karya seni; memahami ruang tiga dimensi dan menempatkannya secara
akurat; memahami dan membuat imaji mental, belajar melalui informasi grafik,
table, diagram dan representasi visual lainnya; menyukai corat-coret,
menggambar, desain, dan aktifitas visual kreatif lainnya; mudah membentuk tiga
dimensi dalam dalam imaji mental dan memindahkannya dalam ruang.
Bidang yang
cocok untuk kecerdasan ini: Illustrator, Graphic-designer, Web designer,
Artist, pemahat, pemandu tur, pembuat peta, fotografer, desiner interior,
pelukis, desainer fashion, konsultan kecantikan, surveyor, pelaut, arsitek,
kartunis, ahli bedah, pilot, perencana kota.
4. Kecerdasan Kinestetik (Bodily kinaesthetic intelligence)
Kecerdasan
kinestetik adalah potensi untuk menggunakan seluruh atau sebagian tubuh,
seperti tangan, jari, lengan, untuk memecahkan masalah, membuat sesuat.
Contohnya dalam atletik, tari dan acting.
Individu
dengan kecerdasan kinestetik belajar melalui sentuhan dan gerakan; memiliki
kepekaan alami mengenai koordinasi, keseimbangan; mengingat dengan melakukan;
menyukai belajar secara konkrit seperti games, permainan peran, latihan fisik,
perjalanan lapangan; merespon rangsangan fisik; tertarik pada kesehatan dan
perawatan fisik; secara alamiah dapat menemukan cara baru mengenai skil fisik
seperti gerakan tari, teknik atletik dan aktifitas fisik lainnya.
Bidang yang
cocok untuknya: ahli mesin, pelatih, atlit, ahli gigi, pendaki gunung,
pembalap, prajurit, pemadam kebakaran, pesulap, actor, lifeguard
5. Kecerdasan Musikal (Musical intelligence)
Kecerdasan
musikal adalah kemampuan berpikir mengenai musik, mampu mendengar dan memahami
pola-polanya, mengingatnya dan bahkan mungkin menguasainya. Orang yang memiliki
kecerdasan musikal tidak hanya mengingat musik dengan mudah, tetapi juga hadir
dalam pikirannya.
Individu
dengan kecerdasan musikal belajar melalui pendengaran; mengingat dan merespon
bermacam suara termasuk suara manusia, lingkungan sekitar, musik; memahami style
musik, tertarik pada instrument musik, mudah tertarik oleh suara lingkungan
sekitar, mengekspresikan ide dan perasaan melalui suara dan musik, menyusun
musik
Bidang yang
cocok untuknya: musisi, penyanyi, penulis lagu, guru musik, pembuat instrument,
pemimpin orchestra, kritikus musik, komposer, entertainer
6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal intelligence)
Kecerdasan
interpersonal merupakan potensi untuk bekerjasama dengan orang lain,
sebagaimana digunakan dalam memahami orang lain, memimpin dan mengorganisir
orang lain, berkomunikasi, menyelesaikan konflik.
Individu
dengan kecerdasan interpersonal mudah berinteraksi dengan orang lain; membentuk
hubungan sosial; berhubungan dengan orang lain dengan beragam cara; mudah
memahami pikiran, perasaan, motivasi dan perilaku orang lain; tertarik dengan
beragam lifestyle orang lain;
berpartisipasi dalam tim dan bekerjasama dengan mudah; mampu mempengaruhi opini
dan tindakan orang lain; seorang pemimpin yang alami, mudah beradaptasi dalam
lingkungan yang baru, merespon feedback orang
lain dengan baik; komunikator yang efektif
Bidang yang
cocok: aktor, artis, detektif, sutradara, konselor, pekerja sosial, filosof,
ahli biografi, peneliti, psikolog atau penulis.
7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal intelligence)
Kecerdasan
intrapersonal merupakan potensi untuk memahami diri sendiri, seperti yang digunakan
dalam memahami diri, mengenal kelebihan dan kekurangan diri, menentukan tujuan
diri.
Indidividu dengan kecerdasan intrapersonal mampu memahami diri sendiri, mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat dilakukan, bagaimana bersikap terhadap sesuatu, apa yang harus hindari, atau apa yang menarik untuk diraih.
Individu ini
mampu memahami susunan perasaan, menemukan menentukan ekpresi yang tepat;
memiliki kode etik pribadi yang kuat; menyadari kepercayan dan nilai yang mampu
memotivasi dirinya; bekerja secara independent; rasa ingin tahu atas pertanyaan
mendalam dalam kehidupan seperti makna, relefansi dan tujuannya; mampu memanaje
perkembangan dirinya; mencari pemahaman pengalaman batiniahnya; berupaya keras
untuk aktualisasi diri; memiliki padangan mendalam atas kompleksitas diri dan
orang lain; secara alami mampu memperkuat dan mendorong orang lain untuk
memahami diri.
Bidang yang
cocok: guru, psikiater, manajer, interviewer, pemimpin tim, penasehat
spiritual, politisi, kriminolog, polisi, administrator, pekerja sosial, dokter,
perawat, sosiolog, psikolog, konsultan, konselor, agen travel, manajer hotel,
pelayan, perikalan, pelatih, mentor,
8. Kecerdasan Naturalis (Naturalist
intelligence)
Kecerdasan
natural merupakan potensi manusia untuk membedakan sesuatu yang hidup dengan
perasaan (seperti tumbuhan atau hewan) dari dunia alamiah lainnya (awan, batu).
Kecenderungan
ini memberikan kemampuan pada individu untuk mengklasifikasi dan membedakan
diantara unsur-unsur dalam sebuah system yang kompleks, tertarik pada fenomena
alam; mampu memetakan hubungan.
Bidang yang
cocok: petani, tukang kebun, nelayan, arkeolog, konservasionis, biolog, ahli
zoologi, pelatih hewan, penjaga kebun binatang, juru masak, pengawas
lingkungan, fotografer
9. Kecerdasan Spiritual (Spiritual intelligence)
Kecerdasan
spiritual berarti kemampuan untuk memaknai kehidupan dan segala aktifitasnya
dengan makna yang mendalam. Dalam konteks Islam, berarti memaknai kehidupan dan
semua aktifitasnya sebagai ibadah yang dilakukan demi ridha Allah. Mulai dari
bekerja, belajar, makan, tidur, berolah raga, dll semua dimaknai ibadah.
Menurut Jalaluddin Rakhmat, di Indonesia kecerdasan
spiritual lebih sering diartikan rajin salat, rajin beribadah, rajin ke masjid,
pokoknya yang menyangkut agama. Jadi kecerdasan spiritual dipahami secara
keliru. Padahal kecerdasan spiritual itu kemampuan orang untuk memberi makna
dalam kehidupan. Ada juga orang yang mengartikan kecerdasan spiritual itu
sebagai kemampuan untuk tetap bahagia dalam situasi apapun tanpa tergantung
kepada situasinya.
Mengutip
Tony Buzan, seorang pakar mengenai otak dari Amerika, Jalaluddin Rakhmat
menyebutkan bahwa ciri orang yang cerdas spiritual itu di antaranya adalah
senang berbuat baik, senang menolong orang lain, telah menemukan tujuan
hidupnya, jadi merasa memikul sebuah misi yang mulia kemudian merasa terhubung
dengan sumber kekuatan di alam semesta (Tuhan atau apapun yang diyakini,
kekuatan alam semesta misalnya), dan punya sense of humor yang baik
10. Kecerdasan Eksistensial (Existential intelligence)
Kecerdasan
eksistensial berkaitan dengan concern atas
hal-hal yang bersifat puncak (ultimate).
Perhatian dengan masalah-masalah ultimate; kepekaan hubungan dengan
kosmos.
Kecerdasan
Eksistensial adalah kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan
terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Ia tidak puas hanya menerima
keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba menyadarinya dan
mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara lain: mengapa aku ada,
mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan
hidup.
Kecerdasan
ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filosof, terlebih filosof
eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan
eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato, Al-Farabi, Ibn
Sina, al-Kindi, Ibn Rusyd, Thomas Aquinas, Descartes, Kant, Sartre, Nietzsche
termasuk mempunyai kecerdasan eksistensial yang tinggi.
Pada Umumnya Setiap Anak Cerdas
Pada umumnya
setiap anak cerdas. Jadi, tidak ada alasan menjadi tidak cerdas, kecuali kita
ber-IQ rendah atau terbelakang (idiot, moron). Kenyataannya hanya sedikit orang
yang ber IQ rendah atau terbelakang seperti itu. Karena itu berbesar hatilah
dengan bakat kecerdasan yang kita miliki dan kemudian berupaya semaksimal
mungkin mengembangkannya.
Yang
terpenting adalah bagaimana proses menemukan kecerdasan itu terus-menerus
dilakukan. Seperti kata Munif Chatib, dalam bukunya Sekolahnya Manusia bahwa
kecerdasan merupakan proses discovering ability. Ia tidak langsung
ditemukan begitu saja. Mungkin pada diri individu tertentu kecerdasan itu
menonjol, sehingga mudah diidentifikasi. Namun kebanyakan untuk menemukan
kecerdasan itu dibutuhkan proses penggalian secara terus-menerus.
Faktor-faktor Yang Memengaruhi
Kecerdasan
Tingkat
kecerdasan yang dimiliki anak ditentukan oleh 3 faktor yang saling bekerja sama
seperti yang diungkapkan oleh Dr. Richard Masland, direktur Institut Penyakit
Syaraf dan Kebutaan di AS. Ketiga faktor tersebut adalah:
- Keadaan otak anak beserta susunan syarafnya yang diwarisi dari orangtua. Dengan kata lain, anak yang memiliki orang tua cerdas, maka ia berpeluang juga untuk menjadi anak yang cerdas. Namun tidak secara otomatis anak dari orang tua cerdas menjadi cerdas pula. Karena ada faktor lain yang juga tidak kalah pentingnya.
- Perubahan-perubahan di dalam atau kerusakan pada pusat susunan syaraf yang disebabkan oleh cedera atau penyakit, sebelum atau sesudah lahir. Cedera pada otak dan penyakit yang dialami anak, mempengaruhi kecerdasannya. Baik yang dialami semasa ia dalam kandungan atau pun setelah ia lahir.
- Pengaruh lingkungan dan pengalaman anak. Untuk menjadi cerdas, tidak cukup si anak hanya mengandalkan keturunan saja. Kecerdasan adalah potensi yang harus dikembangkan. Dan melalui lingkunganlah si anak bisa mengembangkan kecerdasannya tersebut. Faktor lingkungan dan pengalaman ini bisa terdiri dari: Pola suh orang tua, Sekolah, Lingkungan tempat tinggal, Gizi, dll.
Melatih Kecerdasan Otak: “Gunakan atau Hilang!”
Karena otak merupakan pusat kecerdasan maka cara terbaik untuk memaksimalkan fungsi otak adalah dengan melatihnya terus-menerus. Rose & Nichols dalam bukunya Accelerated Learning for the 21st Century mengatakan, “Suatu hal yang jelas, jika Anda ingin mengembangkan otak Anda, maka Anda membutuhkan latihan—terus-menerus setiap hari—layaknya orang yang memiliki fisik bugar mengembangkan dan memelihara kekuatan ototnya. Penelitian Marion Diamond dkk dari Universitas Berkeley menemukan bahwa jika Anda tidak melatih serta menjaga otot mental Anda, maka ia akan melemah dan “mengendur” seperti otot bisep atau otot perut Anda.
Otak bekerja sangat mirip dengan otot—lebih banyak kita melatih, lebih banyak otak berkembang. Terlalu sedikit latihan otak, akan menjadi lemah. Jadi dalam hal ini prinsipnya sederhana, “gunakan atau hilang!”
No comments:
Post a Comment